Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (2. Liburan 3 Anak Kota)

29 Januari 2022   16:21 Diperbarui: 29 Januari 2022   16:26 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Suka kegiatan outdoor....mudahan libur singkat ini kami bisa melihat alam Keramat yang menjadi buah bibir teman-teman dikampus," wangi parfum semerbak menghambur dari blus kuning gading dan celana blue jeans yang agak ketat menempel sampai tungkai kakinya. Terlihat sangat percaya diri. Siang itu ia terlihat gembira sekali meski sesekali rambut hitamnya yang sebahu tersapu angin menyapu sebagian dagunya yang agak menonjol. Seorang gadis yang sangat manis.

Kemala biasa ia dipanggil, gadis yang berdiri didepanku saat ini sangat menarik perhatianku. Terlihat ia seperti gadis supel, lincah serta periang dengan hidungnya yang mancung dan bermata agak sipit, khas cantik gadis melayu. Postur tubuh yang tinggi semampai kira-kira 170 sentimeter dan berambut lurus. Dugaan kuatku ia salah satu cewek favorit dikampusnya.

Belum selesai kekagumanku dengan Kemala, kemudian aku menghadapi seorang gadis dengan tas ransel yang tampak terisi penuh dipunggungnya. Tampak kesusahan dengan beban berat yang masih dipanggulnya dan sekaligus bersiap-siap menjabat tanganku.

"Amarilis Dewi, mahasiswi pencinta alam di kampus Indrapura,"penjelasan yang diberikannya saat menyalamiku. Wajah alaminya memang terlihat cantik yang mengarah ke anggun. Semuanya tampak proporsional. Jika tersenyum tulang kedua belah pipi dengan dagu sedikit menonjol. Terlihat serasi dengan bentuk wajahnya yang oval. Senyumnya menampakkan deretan giginya yang terlihat rapi. Aku agak lama terdiam melihat tatapannya yang teduh dan sangat bersahabat. Entah kenapa seperti ada sesuatu yang berbeda dengan gadis yang terakhir kusalami ini. Hidungnya yang bangir dan sebagian rambut hitamnya tergerai panjang sampai kedada. Harum wangi semerbak seolah keluar dari blus putih bersihnya seakan melipat gandakan kecantikannya. Kuduga anggun wajahnya seperti setara saat emak masih belia.

"De..wa Kelana..cukup panggil Dewa,"kuperkenalkan namaku diiringi dengan rasa grogi. Sangat jarang kutemui sekumpulan orang yang penampilan fisiknya seperti sangat sempurna tidak kurang suatu apapun. Kukuatkan untuk menatap wajah masing-masing dengan santai. Penyakit malu tetap menderaku sepanjang perkenalan yang sebenarnya biasa saja terjadi. Tetapi dua bidadari dengan pengawalan dari seorang pangeran tampan telah membuatku serba canggung.

"Masuklah!..segera masuklah kedalam," pintaku sambil berusaha menghilangkan kegugupanku berhadapan dengan Kemala Ismaya dan Amarilis Dewi yang seakan beradu cantik. Secepatnya aku berusaha membantu menurunkan tas ranselnya yang masih dipanggulnya masing-masing.

Memang tidak ada pilihan lain bagi tamu-tamu yang datang, mereka harus menginap dirumah-rumah penduduk yang telah dikenal oleh mereka. Juga biasanya berdasarkan rekomendasi tamu yang berkunjung sebelumnya. Seperti ketiga tamuku hari ini. Meski mereka harus rela berteduh sementara dirumahku yang sempit yang masih beratap daun rumbia (Nypa fruticans). Berdinding dan berlantai papan serta dapur masak yang masih menggunakan kayu bakar.

Dapur tempat perapian yang berbentuk meja makan persegiempat. Terbuat dari papan kayu dengan isian tanah liat pada dasarnya. Disanalah kayu bakar kering disusun rapi sebelum dipakai baik yang diletakkan diatas para-para atau diruang bawah bangunan meja dapur. Pasti ada sebuah sempiung. Alat untuk mempercepat nyala api dengan cara meniupnya melalui hembusan mulut. Terbuat dari bambu sepanjang 20 sentimeter dengan diameter bambu sekitar 1 sentimeter. Jelaga hitam dipastikan menempel di hampir seluruh dinding terutama didekat tempat api yang sehari-hari selalu berkobar mematangkan segalanya.

Biasanya juga tamu yang akan pergi kesuatu tempat, akan langsung diarahkan kerumah kami. Aku secara langsung diminta bantuannya untuk mengantar kemanapun tamu ingin pergi menikmati keindahan alam. Kemungkinan aku adalah satu-satunya anak kampung lulusan sekolah menengah atas yang mau kembali kekampung halaman. Tentulah sebatas kemampuan yang aku bisa berikan. Padahal banyak lagi pemuda lainnya yang tentunya punya kemampuan. Jika sekadar untuk menemani mengenalkan alam kampungnya kepada tamu-tamu yang berkunjung. Tetapi itulah kesepakatan warga kampung yang harus dihormati sebagai keputusan tertinggi dan tak mungkin kutolak tugas mulia ini. Intinya aku bekerja secara sukarela. Sesuai minat dan ketertarikanku.Terakhir aku sangat ingin memuaskan keingintahuan tamu yang datang tanpa berfikir materi yang kudapatkan. Tetapi dengan keikhlasan bekerja melayani tamu serta selalu berusaha memberikan yang terbaik mengakibatkan rezeki yang seolah tidak terputus dari penguasa kehidupan.

"Untuk sementara....Dewi...Kemala dapat istirahat sebentar. Tas-tasnya bisa kubawa menumpang di kamar emak," ujarku sambil saja segera kutenteng dua tas ransel punggung. Dibelakangku Kemala dan Dewi mengikutiku dari belakang.

Rumah yang sempit dan kecil. Hanya terdiri dari dua kamar. Tidak ada pilihan lain untuk dua gadis cantik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun