Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (2. Liburan 3 Anak Kota)

29 Januari 2022   16:21 Diperbarui: 29 Januari 2022   16:26 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayo, kuantar kekamar emak!" ajakku kepada dua bidadari itu. Mereka hanya mengangguk serentak sambil terlihat bingung dan ragu untuk melangkahkan kaki-kakinya yang jenjang. Seperti saja setiap langkah-langkah didepannya penuh dengan jebakan. Kemala sangat berhati-hati melangkahkan kakinya dan memegang tanganku erat. Demikian juga Dewi, ia berjalan dengan menjinjitkan kedua belah kakinya dengan matanya menatap teliti setiap bilah papan rumahku yang diinjaknya. Tangannya selalu berusaha meraih dinding seolah takut lantai-lantai papan rumahku akan amblas dan patah. Melihat keganjilan tingkah mereka, hatiku terasa geli. Begitulah kulihat kebiasaan tamu-tamuku dari kota yang baru saja datang. Terutama tamu yang belum pernah menginjakkan kakinya dirumah berlantai papan. Suatu kewajaran saja. Mereka terbiasa berjalan diatas lantai ubin semen yang kuat tetapi sangat dingin.

 "Fithar ke kamarku," lanjutku kepada Fithar belakangan. Ia kemudian mengikuti aku memasuki kamar yang hanya cukup untuk dua orang dewasa selonjoran. Isinya seperti kamar anak dikampungku lainnya. Lantainya hanya dialas tikar pandan buatan emak yang ayamannya sudah banyak lepas terutama bagian pinggirnya.

"Dewa,bawa teh panas ini di meja depan!" emak memanggilku dari dapur yang sedari tadi sudah tahu ada tamu.

"Minta mereka untuk beristirahat dirumah kita sampai dengan Jumat depan... dan waktu sedekah laut selesai," sambung emak setengah berbisik ketelingaku saat aku mau mengantar teh hangat yang telah dibuatnya. Emak tampak gundah. Suaranya terasa berat. Wajahnya seperti menyimpan kegelisahan yang tidak terkatakan. Tidak seperti biasanya. Emak yang biasa tegar. Saat ini matanya menatap tajam kepadaku agar menyampaikan pesannya kepada tiga tamuku tersebut. Emak juga mungkin sadar bahwa keinginannya akan sulit disetujui oleh ketiga tamu tersebut.

"Iya Mak,"jawabku singkat sambil berusaha meyakinkannya bahwa pesannya akan kusampaikan terutama kepada Fithar. Meski aku sendiri juga sadar, menunggu selama itu bukan pilihan terbaik bagi petualang muda dan enerjik seperti mereka.

 "Kita rencana akan berangkat langsung ke Pulau Penyu hari ini juga, Mak" ungkap Kemala dengan nada yang sangat simpatik saat ia bertemu emak langsung.

"Menginap dulu Nak! dirumah emak untuk beberapa hari" balas emak datar berusaha sambil menyembunyikan kegelisahannya. Aku anaknya sangat mengetahui itu.

Kemala seperti berusaha meminta persetujuan emak langsung sambil sesekali menganggukkan kepalanya. Perbincangan mulai menampakkan keakraban. Seiring udara diluar sana yang menerobos keruangan juga mulai memberikan rasa hangat didalam ruang tengah rumah kami.

"Rencananya kita Selasa atau Rabu sudah kembali ke kota karena harus masuk kampus lagi, Mak" Fithar menyambung akrab dengan muka penuh harap ada izin dari emak langsung. Dewi yang tampak kelelahan tetap berusaha tersenyum sambil menganggukkan kepalanya sebagai tanda menyetujui pendapat Fithar. Sepertinya mereka berusaha mempercepat mendapatkan persetujuan. Aku sendiri merasa langsung luluh dan merasa tidak sanggup untuk menolak permintaan mereka.

"Sebenarnya ingin sekali menginap disini, tetapi waktu kami sangat singkat, Mak!" Dewi kembali meyakinkan emak agar perjalanan mereka bisa terus lanjut dihari yang sama. Tanjung Buih terdiam seribu bahasa dengan mimik wajah berusaha tersenyum mendengarkan alasan-alasan yang disampaikan oleh tiga tamuku hari ini. Ia seperti sangat memperhatikan detil Amarilis Dewi. Ah...seperti pinang dibelah dua, gumamku dalam hati sekaligus berdecak kagum yang si Tanjung Buih memanglah sangat sepadan kecantikannya dengan Amarilis Dewi seorang gadis terpelajar dari kota itu. Terlihat mereka juga langsung akrab meski tidak selalu duduk berhadap-hadapan. Beberapa kali kulihat emak mencuri pandang ke Dewi yang duduk disampingnya. Kemudian sesaat, ia melamunkan sesuatu seperti berusaha mengingat memori lama yang sangat penting dalam hidupnya. Apakah seorang Tanjung Buih lagi berusaha untuk menjodohkan aku dengan kembarannya ini? Benakku membatin dan mudahan ada jalan menuju kesana. 

Sepanjang pengalamanku selama ini. Rata-rata tamuku selama ini adalah petualang sejati. Rencana telah dibuat jauh hari sebelumnya. Sangat jarang yang dieksekusi tidak sesuai rencana. Pulau Penyu, menjelajah hutan mangrove dan bermalam di jermal[1] adalah tiga rencana  kegiatan utama yang diutarakan oleh Fithar saat kami mengobrol bersama diruang tengah barusan. Terlihat dari wajahnya masing-masing sangat bersemangat untuk sesegera mungkin sampai ditempat tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun