"Huh, untung tidak terlalu ke bawah," gumam Candi sendiri.
Rio mematikan lampu.
"Aku tahu Wolfgang punya obak gosok pelepas nyeri yang ia bawa dari negerinya. Tunggu di sini, aku pinjam obat gosok itu," kata Rio.
Sebentar kemudian Rio kembali dengan obat gosok itu. Bu Parmi datang dengan sebaskom air panas.
"Bu Parmi bisa tolong mengompres dada Candi. Setelahnya, balurkan obat gosok ini di seputaran dada," pinta Rio pada Bu Parmi. Bu Parmi mengangguk dan minta agar Candi rebahan di kursi panjang itu.
"Aku menunggu di luar," kata Rio.
Candi menggigit bibir. Telaten Bu Parmi menyeka dada Candi dengan lap dan air hangat. Candi memejamkan mata, merekonstruksi wajah penyerangnya. Ingatan ini pasti akan banyak gunanya.
Rio bergabung dengan orang-orang yang masih berkerumum di luar rumah Bu Parmi. Rio menjelaskan keadaan Candi pada Wolfgang.
"Dia gadis yang kelewat berani. Benar-benar kagum aku dibuatnya," tutur Wolfgang.
"Ia nyaris mati konyol dikoyak-koyak belati. Dadanya didorong palang pintu. Mudah-mudahan ia tidak cedera serius," kata Rio, mengais sebatang rokok dari saku jaket dan menyalakannya. Kokok ayam terdengar bersahut-sahutan. Dari kejauhan terlihat cahaya lampu sepeda motor mendekat. Itu pasti Pak Lurah yang baru saja dijemput seorang Hansip.
Wolfgang mendekati Rio. Ia berbisik perlahan, "Sepertinya kita sendiri harus hati-hati. Mereka gagal menghabisi Candi. Tak lama lagi giliran kita," kata Wolfgang.