Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kaliandra (Novel Seru). Episode 7

13 Mei 2011   00:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa ungkit, daun jendela terkuak sedikit. Dengan mudah, jendela itu kemudian dibentang lebar. Beruntung nyala lampu di dalam kamar teramat redup, sehingga tak ada sinar bocor keluar yang bisa menarik perhatian.

Kemudian, dengan genjotan ringan, terasa terbang sosok hitam terkirim masuk kamar. Mudah sekali kaki si hitam melangkah ke dalam kamar yang redup. Demikian redup sehingga tubuh yang teronggok di ranjang itu cuma kelihatan seperti gundukan hitam. Perlahan ia menutup rapat-rapat kembali jendela. Tak sedikitpun penyusupan itu disimak orang lain.

Sosok hitam itu menatap lurus ke arah gundukan tubuh di tempat tidur. Ia menarik nafas. Dan bersamaan dengan itu tangan kanan menyelinap ke balik baju.

Sebuah belati mengkilat terhunus. Ujungnya runcing, pinggirnya sangat tajam. Tanpa berpikir panjang, segera kedua tangannya mengayun ke atas, menyiapkan sebuah tikaman. Tak ragu, ia meluncurkan deras moncong belati ke gundukan di tempat tidur. Tak puas sekali, ia menarik belati itu dan menusuk sekali lagi. Dan sekali lagi, sekuat tenaga.

Tapi tak sebuah jeritpun terdengar. Tak ada darah muncrat.

Sosok hitam gusar. Ia menoleh lampu dinding dan membesarkan ulir lampu. Cahaya menebari kamar. Di tempat tidur, ia melihat kapuk menghambur ke segala arah. Ia juga melihat selimut terkoyak-koyak dibabat. Tak ada jerit, tak ada orang terluka. Cepat ia menyingkap selimut. Dua buah guling dan dua bantal menghamburkan kapuk. Tak ada orang di situ. Mana gadis itu?

Kalap si hitam menoleh ke kanan dan ke kiri. Matanya melotot dan kelihatan penuh amarah. Ia terkejut bukan kepalang ketika tiba-tiba dari arah belakang sebuah benda keras menghantam punggung. Ketika ia menoleh, ia sempat melihat Candi berusaha keluar dari kamar dari sebuah persembunyian berhimpit almari besar. Baru saja gadis itu menghantamkan potongan kayu.

Tanpa menghiraukan nyeri di punggung, dengan belati terhunus, si hitam mengejar Candi keluar ruangan. Jelalatan matanya melacak arah lari Candi. Nafasnya memburu.

Tak sulit bagi si hitam menemukan posisi Candi. Gadis itu berdiri dengan sorot waspada tak jauh di depannya, di seberang sebuah meja bundar. Tangan sang gadis berada di belakang, berusaha mencari-cari benda yang dapat digunakan sebagai senjata. Ketika si sosok hitam berkelebat memutari meja, Candi meraih sebuah dingklik kayu dan menggunakannya sebagai pelindung.

Si hitam kini sibuk menentukan ancang-ancang untuk menancapkan belati secara tepat pada sasaran yang terlindung kursi kayu. Candi tahu persis orang ini sudah terlatih untuk membunuh dan terlatih pula untuk bekerja sendirian. Itulah sebabnya, ketika si hitam berkelebat ke kanan, Candi segera memindahkan kursinya ke kanan.

Tapi, ini justru fatal. Ketika kursi itu berada di kanan, segera si hitam menerobos pertahanan kiri yang terbuka. Candi menjerit saat belati lewat dengan deras beberapa milimeter dari tangan kanan. Refleks kursi itu terkirim kembali ke kiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun