PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MEWUUDKAN PEMASYARAKATAN
Dyah Ayu Aprilia Tuharea
Program Studi Manajemen Pemasyarakatan
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Email : dayu090497@gmail.com
ABSTRAK
Article
Penelitian ini bertujuan mencari titik temu antara pentingnya Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mewujudkan tujuannya pemasyarakatan di Indonesia secara khusus di Provinsi Papua Barat.
Penulis menggunakan metode deskriptif, pengamatan terhadap berbagai masalah sosial yang berdampak terhadap perbuatan melawan hukum oleh warga Negara Indonesia. Baik masalah yang dipengaruhi oleh masalah sosial ekonomi dan politik, maupun masalah – masalah demoralisasi dan munculnya berbagai aliran – aliran radikalis dan intoleransi di Indonesia.
Penulis menggunakan berbagai sumber data, baik data primer berupa pengamatan langsung dilapangan, maupun berbagai data sekunder yakni data – data laporan Kementerian Hukum dan HAM RI, sumber – sumber lainnya berupa Buku, majalah, artikel dan informasi dari media Masa, baik cetak maupun online.
Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya Ilmu PKn sebagai suatu pengetahuan terapan yang harus digunakan untuk mengkonstruksi anak didik, sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
Kata Kunci : Peran, PKN, Pemasyarakatan
- PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Indonesia terdiri dari banyak Pulau Besar dan ribuan Pulau – pulau kecil yang membentuk gugusan Zambrut dikhatulis Persada Indonesia. Berdasarkan UU nomor 6 Tahun 1996, pemerintah menetapkan jumlah Pulau di Indonesia sebanyak 17,508 Pulau Besar dan Kecil. Sedangkan Indonesia memiliki luas wilayah 1,905 Juta km2.
Negeri luas dan kaya akan beragam potensi Sumber daya alam ini menjadi incaran bangsa – bangsa Asing untuk merampas sumber daya alam dengan melakukan berbagai infiltrasi politik, paham radiakalis hingga penjajahan fisik untuk menghancurkan kerukunan masyarakat Indonesia yang beragam dan multikultur.
Namun, peran Pemuda dan Intelektual Indonesia yang tertuang dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 telah menjadi komitemen kebangsaan untuk hidup bersama, mengantarkan Bangsa Indonesia kedepan Gerbang Kemerdekan, dengan mengusir semua sistem kolonialisasi yang menghancurkan kerukunan Bangsa Indonesia, pada abad 20 silam.
Kini, memasuki era Milenium abad 21. Infiltrasi politik dan paham – paham radikalis kembali merongrong kehidupan Bangsa Indonesia. Aksi – aksi terorisme di beberapa Tempat, pengeboman, dan berbagai gerakan – gerakan disintegrasi kembali timbul di Tanah Air Indonesia.
Media massa di Tanah Air, mengabarkan pada minggu pagi, aksi teror Bom Bunuh kembali dilakukan oleh Suami Istri di Geraja Katedral pada minggu 28 Maret 2021. Tiga hari berselang, seorang Wanita muda berusia 25 Tahun menyerang Mabes Polri menggunakan senjata Api,”dikutip dari idntimes.com/news.
Belum lama ini pada 6 Juni 2021, Mabes Polri kembali mengagetkan sejagat Indoenesia dengan aksi Teror yang hendak direncanakan oleh Kelompok Teroris Merauke Papua. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan terduga teroris yang ditangkap di Merauke, Papua, terkait dengan kelompok pengajian Villa Mutiara Makassar, Sulawesi Selatan. Sebanyak 13 orang terduga teroris ditangkap di Merauke, mereka tergabung dalam kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD) yang berbaiat ke ISIS. "
Iya, sekali lagi ada kontak di antara mereka itu, karena memang kasus di Merauke itu hasil pengembangan dari Makassar. Jadi Makassar, Balikpapan, dan Merauke itu saling ada keterkaitan," kata Rusdi di Mabes Polri, seperti diberitakan jpnn.com, terbitan 7 Juni 2021.
Tak hanya aksi teror, munculnya gerakan – gerakan Ormas Intoleran, Radikalis menjadi pupuk yang ikut menyuburkan perpecahan masyarakat Indonesia. Adanya aksi – aksi saling – menyerang antar Kelompok Masyarakat, demonstrasi besar – besaran dan berbagai masalah – masalah politik ekonomi yang berdampak pada munculnya isu – isu disintegrasi Bangsa.
Kebanyakan aksi – aksi frontal itu dilakukan oleh anak – anak muda usia produktif, dari 17 hingga 30-an tahun. Hal ini menjadi tanda tanya besar kepada guru – guru untuk menanamkan nilai – nilai Pancasila, dan wawasan kebangsaan kepada peserta didik di bangku sekolah, baik siswa SD, SMP, SMA maupun mahasiswa di suatu perguruan Tingga. Lemahnya sistem Pendidikan Kewargaan negaraan menjadi salah satu faktor yang turut membuka akses terhadap bentuk – bentuk propaganda yang dimainkan oleh oknum – oknum yang ingin mengeruk sumber daya alam negri ini.
Karena itu, penelitian ini bermasuk untuk melihat pentingkah mata Pelajaran Pendidikan Kewarga Negaraan dalam menjawab persoalan pelik yang menimpah bangsa ini, dengan merekontruksi peserta didik melalui sejumlah pengetahuan tentang wawasan Kebangsaan Indonesia dalam membentuk tatanan Masyarakat Indonesia yang harmonis, rukun dan damai.
- Metode Penelitian
Peneliti menggunakan teknik pengamatan terhadap kondisi pelik yang terjadi di Tanah Air secara Khusus di Papua Barat, dan melakukan intervieuw mendalam kepada berapa Narasumber. Selain, data Primer, Penulis juga mengumpulkan sumber data sekunder yakni berbagai pustaka yang bersumber dari Buku, Media Massa baik Online, Cetak dan artikel dan dokumen – dokumen pemerintah.
- Teori dan Konsep
- PKN
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKn) sangat penting dalam meningkatkan kesadaran kewarganegaraan taruna, karena jika didasarkan pada tujuannya, PKn atau dalam istilah lain lebih dikenal sebagai civic education mempunyai fungsi dan peran sebagai pendidikan kewarganegaraan. Winataputra & Budimansyah[1], “Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan subjek pembelajaran yang mengemban misi untuk membentuk keperibadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar dalam “nation and character building”. Dalam konteks ini peran PKn bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara sangat strategis. Suatu negara demokratis pada akhirnya harus bersandar pada pengetahuan, keterampilan dan kebajikan dari warga negaranya dan orang-orang yang mereka pilih untuk menduduki jabatan publik. PKn bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik (to be good and smart citizens) yang memiliki komitmen yang kuat dalam mempertahankan kebhinekaan di Indonesia dan mempertahankan integritas nasional.[2]
Konfigurasi atau kerangka sistematik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut Kosasih Djahiri[3]: Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Seharusnya di era sekarang, tujuan pendidikan tidak hanya bersumber pada penguatan kognitif peserta didik, akan tetapi penguatan afektif dan psikomotorik juga harus dimiliki peserta didik sebagai hasil dari proses Pendidikan[4]. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan seharihari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
Pendidikan Kewarganegaraan ialah salah satu mata pelajaran dalam kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerin Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. PKN masuk dalam kawasan ilmu – ilmu terapan, sebagai salah satu bentuk doktrin sosial untuk membentuk dan meningkatkan mutu kualitas masyarakat Indonesia yang maju, berkembang dan beradab.[5]
Budimansyah dan Sudirman (2008) menegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Value Based Education, (Purnomo Chayo Aji,artcle online). Punomo melanjutkan, PKN sebagai salah satu disiplin ilmu tidak terlepas dari nilai – nilai bangsa yang dijadikan arah pengembangan PKN sebagai disiplin Ilmu. Kompetisi dasar mata kuliah PKN di perguruan tinggi adalah menjadikan ilmuan yang propfesional memiliki rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air, demokratis, berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.[6]
Sedangkan tujuan dari pentingnya pendidikan kewarganegaraan, Soemantri, (2001) menekankan bahwa secara kontekstual sistem PKN di Indonesia dipengaruhi oleh aspek – aspek pengetahuan intraseptif berupa agama dan Pancasila, (dikutip dari Purnomo Chayo Aji,artcle online diupload tahun, 2018).
Dengan demikian, Peran Pendidikan Kewarganegaran dalam kurikulum pendidikan di Indonesia tak lain untuk menjadikan Masyarakat Indonesia yang sadar akan nilai – nilai filosofis, moril dan agama, sebagai masyarakat Indonesia yang beradab, adil sebagai cerminan dari nilai – nilai luhur Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[7]
Menurut pendapat Rosyada[8], Pendidikan Kewarganegaraan sama dengan Pendidikan Demokrasi yang memiliki tujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat untuk dapat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Somantri memberikan ciri-ciri mengenai PKn yaitu: 1) PKn merupakan kegiatan seluruh program sekolah; 2) PKn meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis; dan, 3) dalam PKn termasuk pula hal-hal yang bersangkutan dengan pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syaratsyarat objektif untuk hidup bernegara. Sedangkan meurut Rosyada[9]tujuan dari PKn diantaranya sebagai berikut: (1) Untuk membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat, baik ditingkat lokal, nasional, regional dan global; (2) Menjadikan warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan dan integrasi bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, dan demokratis; (3) Menghasilkan mahasiswa yang berfikiran komprehensif, analitis, kritis, dan bertindak demokratis; (4) Mengembangka kultur demokrasi, yaitu kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, kemampuan mengambil keputsan serta kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan politik kemasyarakatan; (5) Mampu membentuk mahasiswa menjadi good and responsible citizen (warga negara yang baik dan bertanggung jawab) melalui penanaman moral dan keterampilan (social skills) seingga kelak mereka mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan aktual kewarganegaraan seperti toleransi, perbedaan pendapat, bersikap toleransi, perbedaan pendapat, bersikap empati, menghargai pluralitas, keasadaran hukum dan tertib sosial, menjunjung tinggi HAM, mengembangkan demokratisasi dalam berbagai lapangan kehidupan, dan menghargai kearifan lokal (local wisdom).
Pendidikan merupakan upaya yang strategis dalam pembentukan sistem nilai yang ada dalam diri seseorang, yang kaitannya dengan perwujudan hakat dan martabat sebagai manusia sesuai dengan tatanan kehidupan masyarakat yang melingkupinya. Pendidikan senantiasa mmengarahkan upaya dalam peningkatan kesadaran dan martabat seseorang baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat suatu bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakay, bangsa dan negara (UU RI No. 20 Tahun 2003) Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan yang mengarahkan pada tujuan pembentukan karakter salah satunya yaitu PKn.
Pkn sudah menadi bagian dari instrumen pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. PKn mempersiapkan para peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan cakap, berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. PKn menciptakan generasi yang berkarakter dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.[10] Nilai-nilai dalam pendidikan karakter adalaah suatu sisten penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan pola tindakanuntuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Nilai karakter hars ditanamkan sejak dini, hal ini karena akan membentuk pembiasaan diri dalam melaksanakan nilai-nilai karakter dalam kehidupan tanpa mereka sadari dan secara perlahan akan membentuk karakter baik dalam diri peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang rentan dengan terjangan arus globalisasi, yang akan membawa mereka secara perlahan akan meninggalkan jatidiri bangsa Indonesua dengan hidup apatis.[11]
Aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran PKn mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civics skills) dan watak atau karakter kewarganegaraan (civics dispositions). Hal tersebut sejalan dengan konsep Bejamin S.Bloom tentang pengembangan kemamampuan siswa yang mencakup ranah kognitif, psikomotorik dan afektif. Aspek kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hokum dan moral, sedangkan dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills) meliputi keterampilan intelektual (intelektual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participation skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kompetensi yang paling subtantif dan esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah kompetensi watak/karakter kewarganegaraan (civics dispositions). Kompetensi watak /karakter kewargaegaraan (civics dispositions) dapat dikatakan sebagai muara dari pengembangan kedua kompetensi sebulumnya.[12]Menurut Margaret S. Branson (dalam Budimansyah & Suryadi, 2008)[13]komponen pendidikan kewarganegaraan yaitu: pertama, Civics Knowledge berakitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara. Aspek ini menyangkut kemampuan akademik dan keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih terperinci materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warganegara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintahan dan non-pemerintahan, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi , serta nialai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.[14]
Fungsi PKn selanjutnya adalah sebagai pendidikan multikultural, Hernandez[15]mengartikan pendidikan multikultural sebagai “Perspektif yang mengakui dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan politik”. Fungsi PKn sebagai pendidikan multikultural adalah mengakui perbedaan individu menghormati persamaan derajat manusia, bekerja sama satu sama lain, mengutamakan kepentingan kelompok lebih daripada individu untuk tujuan kerukunan nasional. Jika fungsi PKn sebagai pendidikan multikultural berhasil, maka PKn juga sekaligus menjalankan fungsinya sebagai pendidikan resolusi konflik. Fungsi dan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ialah membuka peluang seluas-luasnya bagi para warga negara, menyatakan komitmennya dan menjalankan perannya yang aktif, untuk belajar mendewasakan diri, khususnya mengenai hubungan hukum, moral dan fungsional antara para warga negara dengan satuan-satuan organisasi negara dan lembaga-lembaga publik lainnya. Sosok warga negara yang baik yang ingin dihasilkan oleh Pendidikan Kewarganegaraan adalah warga negara yang merdeka yang tidak jadi beban bagi siapapun, yang melibatkan diri dalam kegiatan belajar, memahami garis besar sejarah, cita-cita dan tujuan bernegara, serta produktif dengan turut memajukan ketertiban, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan umum. Jika disederhanakan maka fungsi dan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membentuk atau mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik.
- Pemasyarakatan
Menurut KBBI, Kata Pemasyarakatan berasal dari kata dasar Masyarakat. Kata Pemasyarakatan merupakan proses, cara, perbuatan memasyarakatkan, (memasukan kedalam masyarakat, menjadikan sebagai anggota masyarakat, dan sebagainya).[16]
Disisi lain, konsep Pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri kehakiman Sahardjo pada tahun 1962. Sahardjo menyatakan bahwa Tugas Jawatan Kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, melainkan juga tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang – orang yang dijatuhi pidana kedalam masyarakat, (dikutp dari situs resmi, http:// rutankudus.kemenkumham.go.id).
Jadi pemasyaratan merupakan merupakan suatu cara, metode pedagogi dalam mengembalikan individu – individu tertentu (Narapidana) untuk menyadari kesalahannya, mengkontruksi diri dengan nilai – nilai kemasyaratan untuk kembali bergabung dengan masyarakat.
Kaitannya penelitian, bahwa adanya hubungan equivalen antara pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk peserta didik kususnya taruna untuk menyadari dan menghami posisinya sebagai Individu tetapi juga sebagai mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain.
PKn juga menawarkan sebuah arah hidup dalam merekontruksi manusia Indonesia yang menyadari pentingnya nilai – nilai kebangsaan yang tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945 dalam tananan hidup berbangsa dan bernegara.
- Teori
Banyak tokoh – tokoh tersohor yang mengembangkan ilmu – ilmu sosial di dunia, diantarnya Agust Comte, Karl Max, Jurgen Hubermas, Alberth Spencer dan berbagai ahli – ahli sosial budaya lainnya. Dalam mengupas penelitian ini, penulis menggunakan Teori Evalusi Sosial Aberth Spencer untuk menganalis pentingnya kajian mengenai tananan individu – individu sosial dalam membentuk struktur pemasyarakatan.[17]
Alberth Spencer (1892 – 1975) merupakan salah satu ilmuan tersohor dalam dalam kajian – kajian ilmu sosial. Albberth mengembangkan analogi organik yang memandang bahwa individu adalah Konstruksi sosial. Ia melihat masyarakat sebagai suatu organisme sosial yang berkembang, saling bergantung dan saling berhubungan antar satu dengan lainnya. Menurutnya, masyarakat adalah komponen – komponen yang terjalin satu sama lain, yang masing – masing komponen fungsinya, (dikutip dari: http://ikadbudi.uny.ac.id).
Dalam Teorinya, Spencer mengamati adanya keterhubungan antar induvidu – individu yang satu dengan individu yang lain membentuk struktur sosial. Dimana, setiap struktur sosial menjankan fungsi – fungsinya dalam mewujudkan struktur kemasyarakat.
Misalnya, dalam suatu tatanan kemasyarakat, adanya induvidu – individu yang bekerja sebagai Nelayan, Petani, Buruh dan Sektor Jasa dan sebagainya. Individu – individu ini menjalankan fungsinya dalam membentuk suatu struktur kemasyarakatan. Jadi, arus pemikiran Spencer menegaskan bahw struktur kemasyarakatan terdiri masing – masing komponen saling tergentung, dan saling membutuhkan antar satu dengan lainnya dalam membentuk struktur kemasyarakatan.
Hal itu menunjukkan bahwa sejatinya, suatu struktur masyarakat yang ideal diperlukan kesadaran bahwa masyarakat terbentuk dari unsur – unsur kelompok individu sebagai pilar – pilar membentuk satuan kemasyarakatan yang utuh, harmonis dan berkesinambungan. Suatu unsur menopang unsur yang lain, dan atau terintegrasi dengan unsur yang lain dalam membentuk struktur kemasyaratan yang utuh.
Hal ini memperlihatkan semboyang hidup rukun yang diperkenalkan oleh Mpu Tantular dalam Kitab Sutasomo bahwa Karakter Manusia Indonesia sejatinya berbeda – berbeda (Bhineka Tunggal Ika) suku Bangsa, bahasa dan letak geografis namun memiliki semangat bersatu untuk membangun bangsa Indonesia yang adil, demokratis, sesuai nilai – nilai fundamental bangsa yang tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945.
Karena itu. penulis melihatdalam membentuk tatanan kemasyarakat diperlukan suatu desain sistem pemesyarakatan Indonesia yang didesain melalui penenaman Ideologi di bangku sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas dan kejuruan termasuk Perguruan tinggi sebagai salah satu mata kuliah Wajib bagi taruna.
- PEMBAHASAN
- Kondisi Sosial Secara Khusus di Provinsi Papua Barat
Indonesia terdari dari Pulau Besar dan Kecil dengan luasan georgrafis yang cukup luas antar satu pulau dan Pulau lainnya. Takhanya, memiliki luasan geografis, Indonesia juga memiliki Ratusan suku bangsa dan bahasa yang beragam dengan keyakiannya akan konsep Ketuhanan sesuai 6 agama besar yang dianut oleh masyarakat Indonesia.[18]
Kondisi ini, membuat Bangsa Indonesia sering kali disebut sebagai bangsa yang multikultur dengan karakteristik masyarakat yang heterogenitas dalam suatu wilayah administratif. Karakteristik masyarakat yang multikultur ini menjadi kekayaan Bangsa yang tidak ada taranya, namun karakteristik ini menjadi potensi perpecahan yang sangat kuat jika dikelola tanpa memperhatikan sisi kemajemukan dan keragaman masyarakat Indonesia.
Potensi ini sering muncul dipermukaan dipicu oleh gerakan – gerakan intoleransi, radikalisme bahkan gesekan – gesekan sosial yang berdampak pada isu – isu disintegrasi Bangsa. Hal itu dapat dilihat dalam beberapa tahun terkahir perkembangan kondisi sosial di Tanah Air.
Media massa di Tanah Air, mengabarkan pada minggu pagi, aksi teror Bom Bunuh kembali dilakukan oleh Suami Istri di Geraja Katedral pada minggu 28 Maret 2021. Tiga hari berselang, seorang Wanita muda berusia 25 Tahun menyerang Mabes Polri menggunakan senjata Api,”dikutip dari idntimes.com/news.
Belum lama ini pada 6 Juni 2021, Mabes Polri kembali mengagetkan sejagat Indoenesia dengan aksi Teror yang hendak direncanakan oleh Kelompok Teroris Merauke Papua. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan terduga teroris yang ditangkap di Merauke, Papua, terkait dengan kelompok pengajian Villa Mutiara Makassar, Sulawesi Selatan. Sebanyak 13 orang terduga teroris ditangkap di Merauke, mereka tergabung dalam kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD) yang berbaiat ke ISIS. "
Iya, sekali lagi ada kontak di antara mereka itu, karena memang kasus di Merauke itu hasil pengembangan dari Makassar. Jadi Makassar, Balikpapan, dan Merauke itu saling ada keterkaitan," kata Rusdi di Mabes Polri, seperti diberitakan jpnn.com, terbitan 7 Juni 2021.
Tak hanya itu, aksi teror terus dilakukan oleh sejumlah daerah di Indonesi terutama di beberapa. Hal itu berdampak pada, kementerian Luar Negeri USA melarang warganya berkunjung ke Indonesia, atas mengantisipasi berbagai insiden gangguan Kambtimas di Indonesia.[19]
Pemerintah Amerika Serikat mengimbau warganya tak berpegian ke Indonesia karena risiko penularan Covid 19 yang dinilai tinggi, acaman terorisme, hingga kerusuhan di sejumlah daerah terutama Papua dan Sulawasi tengah,”tulis Media CNN Indonesia yang diterbitkan pada minggu 13 Juni 2021.[20]
Imbauan bersifat larangan itu dikeluarkan pasca pemboman di Makasar pada Maret 2021 kemarin, dan rencana akso teror yang bakal di lakukan oleh 13 orang jaringan Teroris di Merauke Papua, dan pernyataan Perang yang disampaikan oleh Kelompok tentara Pembesan Papua Merdeka (KBB) baru – baru ini kepada pihak keamanan TNI/Polri.
Pihak KKB merespon pernyatan negara, Menteri Kordinat Politik, Hukum dan keamanan, Mahfud MD menetapkan mereka sebagai kelompok Teroris di Indonesia, di Provinsi Papua (Papua Barat). Penetapan itu, membuat berbagai pihak ditanah Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat melakukan aksi – aksi menolak penetapan KKB sebagai teroris.[21]
Ratusan mahsiswa Universitas Papua menggelar aksi di depan Gerbang Kampus Unipa, menolak pelabelan KKB Papua sebagai Teroris yang disematkan oleh Negara melalui Menkopolhukam. Aksi mereka mendapat respon pengamanan dari aparat Kepolisian Polda Papua Barat. Ratusan pendemo diamankan ke Mako Brimob Polda Papua Barat dengan alasan gangguan kamtibmas dan protokol kesehatan Covid 19,” sebagaimana diutarakan dalam media Papua Baratnews.co terbitan 25 Mei 2021.
Belum ditambah lagi dengan berbagai masalah – masalah sosial lainnya, seperti wabah Covid 19, demoralitas, munculnya prostitusi, kaum LGBT dan praktik – praktik perkawinan sesama Jenis, angka putus sekolah yang tinggi, Pengangguran, dan masalah sosial sosial lainnya.
Jika diamati, rata – rata kasus yang sering terjadi di Papua Barat, secara khusus di Manokwari Ibu Kota Provinsi Papua Barat diwarnai oleh – anak Muda. Kasus Pencurian Motor, Jambret, aksi premanisme dan begal bahkan pembunuhan kerap kali dilakukan oleh – anak muda.
Media Massa di Manokwari, Papua Barat secara kontinyu selalu mengkabarkan situasi terkini di daerah tersebut. Pada Februari 2021, aksi Jambret kembali dilakukan oleh pemuda berusia remaja di jalan reremi Manokwai. Tindakan tersebut membuat Korban tak sadarkan diri dan alami benturan keras di bagian kepala, akibat terjatuh dari belakang motor,”kutipan Media Arfaknews.com terbitan 3 Februari 2021.
Diperparah lagi dengan wabah Covid 19, yang kian merajarela di Indonesia secara khusus di Provinsi Papua Barat, berdampak pada kesehatan dan perputaran Ekonomi di daerah tersebut yang kian ambruk.
Disamping itu, Interkoneksi global dan perubahan kebudayaan menjadi hantu menakutkan yang harus dilawan. Melalui Indonesia making 4.0 menjadi fase Industri Baru, bagi Masyarakat Indonesia untuk meju selangkah memanfaatkan potensi ilmu pengatahuan dan Teknologi dalam kehidupan sehari – hari.
Tak hanya itu, Anak – anak Muda Indonesia mulai menerima nilai – nilai baru yang dianggap kekinia, maju dan modern. Mereka bergaya mengikuti gaya Eropa, Amerika dan mengagung-agungkan Budaya asing yang dianggap maju dan berkembang ketimbang mengakui dan mau menggunakan Produk Indonesia sendiri.
Berbagai masalah yang diulas diatas, menjadi kegelisaan warga terhadap kondisi tertentu, dan kadang dengan pengetahuan dan siraman nilai – nilai wawasan kebangsaan yang rendah, berdampak kepada pengambilan keputusan (action) yang dapat berimlikasi langsung terhadap pelanggaran hukum.
Hal inilah yang menjadi tantangan, tentang pentingnya tanaman ideologis nilai – nilai Pancasila dalam membentuk karakter Manusia Indonesia yang Pancasilais, Berketuhanan yang Maha Esa, mewujudkan Indonesia yang demokratis dan bersatu, serta mewujudkan keadilan sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia.
- Ilmu PKn dalam mengkonstruksi Bangsa
Pendidikan Kewarganegaraan ialah salah satu mata pelajaran dalam kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerin Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. PKn masuk dalam kawasan ilmu – ilmu terapan, sebagai salah satu bentuk doktrin sosial untuk membentuk dan meningkatkan mutu kualitas masyarakat Indonesia yang maju, berkembang dan beradab.
Budumasyah dan Sudirman (2008) menegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Value Based Education, (Purnomo Chayo Aji,artcle online). Punomo melanjutkan, PKN sebagai salah satu disiplin ilmu tidak terlepas dari nilai – nilai bangsa yang dijadikan arah pengembangan PKN sebagai disiplin Ilmu. Kompetisi dasar mata kuliah PKN di perguruan tinggi adalah menjadikan ilmuan dan prpfesional memiliki rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air, demokratis, berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasil, (Purnomo Chayo Aji,artcle online diupload tahun, 2018).
Sedangkan tujuan dari pentingnya pendidikan kewarganegaraan, Soemantri, (2001) menekankan bahwa secara kontekstual sistem PKN di Indonesia dipengaruhi oleh aspek – aspek pengetahuan intraseptif berupa agama dan Pancasila, (dikitip dari Purnomo Chayo Aji,artcle online diupload tahun, 2018).
Lebih lanjut Winitaputra, (2006) cita – cita pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia harus mewujudkan atribut masyarakat madani yang bercirikan Berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, bersatu dalam negara kesatuan Republik Indonesia, demokratis – konstitusional, berkeadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, berbhineka tunggal Ika, menjunjung tinggi hak asasi dan dankewajiban Manusia dan mencintai perdamain Dunia, (dikitip dari Purnomo Chayo Aji,artcle online diupload tahun, 2018).
Dengan demikian, Peran Pendidikan Kewarganegaran dalam kurikulim pendidikan di Indonesia tak lain, untuk menjadikan Masyarakat Indonesia yang sadar yang sadar akan nilai – nilai filosofis, moril dan agama, sebagai masyarakat Indonesia yang beradab, adil sebagai cerminan dari nilai – nilai luhur Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Maka sebagai profesional di bidang pemasyarakatan diharapkan mampu mengerti dan mekanai wawasan kebangsaan, Pancasila dan UUD 1945 agar mengkonstruksi anak didik sesuai dengan cita – cita luhur yaitu membina dan membimbing anak didik pemasyarakatan (narapida) agar kembali bergabung kedalam masyarakat.
2.4 Peran PKn dalam mewujudkan Pemasyarakatan di Indonesia
Istilah pemasyarakatan merupakan arus maintream melawan konsep yang telah membentuk khasanah pikir Manusia Indoensia pada umumnya tentang istilah Penjara. Kata penjara berhubungan erat dengan berbagai perlakuan penuh penyiksaan, menjalani sanksi hukuman sebagai efek jera bagi pelanggar dengan berbagai jenis hukuman penyiksaan, penderiaatan agar setalah masa hukuman berakhir seseorang tidak berani melakukan kembali perbuatannya.
Konsep Pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri kehakiman Sahardjo pada tahun 1962. Sahardjo menyatakan bahwa Tugas Jawatan Kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, melainkan juga tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang – orang yang dijatuhi pidana kedalam masyarakat, (dikutp dari situs resmi, http:// rutankudus.kemenkumham.go.id).
Pokok – pokok pikiran tersebut dijadikan prinsip – prinsip pokok dari konsep pemasyarakatan pada konferensi dinas direktorat pemasyarakatan di Bandung pada tanggal 27 April – 7 mei 1974. Dalam Konferensi itu diputuskan bahwa pemasyarakatan tidak hanya semata – mata sebagai tujuan dari pidana penjara melainkan merupakan sistem pembinaan narapidana.
UU nomor 12 tahun 1995 pasal 5 disebutkan bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas pengayom, persamaan perlakukan dan pelayanan, pendidikan, pembibingan, penghormatan harkat dan martabat manusia karena kehilangan kemerdekaan merupakan satu – satunya penderitaan,(dikutp dari situs resmi, http:// rutankudus.kemenkumham.go.id).
Tujuan pemasyarakatan ditegaskan pula dalam pasal 2 UU nomor 12 tahun 1995 yakni sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga Binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Hal itu sebagaimana tercermin dalam Mukadima UU 1945, hadirnya Negara untuk menjadikan manusia Indonesia yang merdeka, berdab, adil dan Makmur.
Sesuai asasnya, terdapat 10 prinsip pemasyarakatan yang musti patuhi yakni;
- Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka (Narapida) dapat menjalankan perannya sebagai warga.
- Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latarbelakang pembalasan. Ini berarti tidak ada penyiksaan terhadap narapida dan anak didik pada umumnya, baik berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan, ataupun penempatan. Satu – satunya derita yang dialami oleh narapida dan anak didik hanya dibatasi kemerdekannya untuk leluasa bergerak didalam alam bebas.
- Berikan bimbingan (bukan penyiksaan) supaya bertobat. Berikan kepada mereka norma- norma hidup dan kegiatan – kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
- Negera tidak berhak membuat mereka lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana. Salah satu cara diantarnya agar tidak mencampur baurkan narapida dengan peserta didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang ringan dan sebagainya.
- Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkann dari masyarakat. Perlu adanya kontak dengan masyarakat yang terjelma dalam bentuk kunjungan hiburan ke Lapas dan Rutan oleh anggota – anggota masyarakat Bebas dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan keluarganya.
- Pekerjaan yang diberikan kepada para Narapidana dan akan didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu,juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan jawatan atau kepentingan negara kecuali pada waktu tertentu saja. Pekerjaan yang dilakukan di masyarakat dan menunjang pembangunan, seperti meningkatkan industri kecil dan produksi pangan.
- Pembinaan dan pembibingan yang diberikan kepada narapida dan anak didik adalah berdasarkan PANCASILA. Hal itu berarti bahwa kepada mereka harus ditanamkan semangat kekelurgaan dan toleransi disamping meningkatkan pemberian pendikan rohani kepada mereka disertai dorongan untuk menunaikan ibadah sesuai dengan kepercayaan agama yang dianutnya.
- Narapidana dan anak didik bagaikan orang Sakit, perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarga dan lingkungannya, kemudiaan dibina/dibimbing ke jalan yang benar. Selain itu mereka harus diperlakukan sebagai manusia biasa yang memiliki pula harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya diri akan kekuatannya sendiri.
- Narapidana dan anak didik, hanya dijatuhui pidana berupa membantasi kemerdekannya dalam jangka waktu tertentu.
- Untuk pembinaan dan pembimbingan para Narapidana dan anak didik, maka disediakan sarana yang dibutuhkan.
Dengan demikian, sesuai ketentuan, para Narapidana yang dijatuhi hukuman Penjara atau kurungan, maka yang bersangkutan akan menjalani proses pemasyarakatan, di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Proses pemasyarakatan adalah melakukan tindakan – tindakan pembinaan kepada Narapidana maupun tahanan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hidup sebagai manusia sejatinya.
Jika dipahami dari tujuan pemasyarakatan dan asas pemasyarakatan yang tercermin dalam 10 prinsi pemasyarakatan diatas, sejatinya Lembaga pemasyarakatan memiliki fungsi tidak lain, memperbaiki kualitas hidup warga negara Indonesia yang telah dan oleh atas nama Negara telah memutuskan mereka bersalah melanggar UU dan ketentuan normatif sehingga menjalani proses pembinaan dan pembimbingan untuk merekonstruksi diri kembali sebabagai manusa Indonesia yang pancasilais.
Hal ini telah menunjukkan bahwa sebenarnya Lembaga Pemasyarakatan telah menjanlakan fungsi Pendidikan Kewargaan negaraan kepada anak didik untuk meresapi kedudukanya sebagai bagian dari individu dan mahkluk sosial yang saling membutuhkan, saling hormat – menghormati, menghargai dan menjaga keharmonisan agar dapat kembali diterima oleh masyarakat.
- KESIMPULAN
Dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa, mata pelajaran Pendidikan kewarganegaran sangat penting dalam merekontruksi manusia Indonesia sebagai warga negara yang menyadari pentingnya hidup berdampingan, harmoni dalam aman dan Damai.
Selain itu, pendidikan kewargaan negaraan menjadi arah dalam mendidik,membimbing dan membina para Warga Binaan Pemasyarakatan untuk menyadari perlaku dan perbuatannya sebagai masyarakat Indoesia yang beradab, adil dan bijaksana, sehingga menghindari praktik – praktik dehumanis yang merendahkan martabat Manusia Indonesia.
Daftar Pustaka
http://jce.ppj.unp.ac.id/index.php/jce/article/view/129
https://ppkn.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/08/Purnomo-Aji.-Universitas-Sebelas-Maret..pdf
https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/4270-jumlah-pulau#:~:text=Jumlah%20Pulau%20di%20Indonesia%20
https://www.jpnn.com/news/teroris-merauke-merencanakan-aksi-teror-di-tempat-ini-ngeri
http://ikadbudi.uny.ac.id/informasi/herbert-spencer-dan-evolusi-budaya
https://ppkn.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/08/Purnomo-Aji.-Universitas-Sebelas-Maret..pdf
https://www.pemasyarakatan.com/sepuluh-10-prinsip-pemasyarakatan/
https://kbbi.web.id/memasyarakat
Affandi, Idrus. (2005). Pendidikan Demokrasi dalam Konteks Masyarakat Madani:Tinjauan Sosial Kultural.Bandung:Nasional Seminar Civics Education.
Budimansyah Dasim (2010).”Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa”,Widya Aksara Press:Bandung.
Branson, Margaret Stimman, (1998), The Role of Civics education: A fortcoming Education Policy Tas Force Position Paper from the communicatarian Network, Calabasas : CCE
Eddy, 2014. Problem dan Prospek pendidikan kewarganegaraan dalam mewujudkan demokrasi yang berkeadaban. Jurnal pips, vol. 1 no. 1 juni 2014
Herdianto Heri, 2010. Cerdas, kritis dan aktif berwrganegara, erlangga Rahmat, 2009. Peran strategis PKn untuk membangun Karakter bangsa di era global. Prosiding seminar internasioanl pendidikan kewarganegaraan 12 desember 2009. Laboratorium PKn UPI.
Hernandez, H.(1999). Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content. New Jersey & Ohio : Prentice Hall
Kariadi, Dodik. (2017). Generasi Yang Berwawasan Global Berkarakter Lokal Melalui Harmonisasi Nilai Kosmopolitan Dan Nasionalisme Dalam Pembelajaran Pkn. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan.Volume 1. Nomor 2.
Kosasih, Djahiri. dkk. 1997. Panduan Pengajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Balai Pustaka.
Maftuh, B. (2008). “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Nasionalisme Melalui Pendidikan Kewarganegaraan”. Jurnal Educationist. Vol. II. No.2, pp 134-144.[online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/ EDUCATIONIST/Vol._II_No._2-Juli_2008/7_Bunyamin_Maftuh_rev.pdf [25 Mei 2012]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Menengah dan Dasar Rahardjo, S. (2010). Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing
Nurizka, Rian., dan Abdul Rahim. (2019). Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pengelolaan Kelas. Jurnal Bhineka Tunggal Ika: Kajian Teori dan Praktik PKn. Volume 6, No.2 , November 2019, pp. 189-198.
Rahmat, 2009. Peran strategis PKn untuk membangun Karakter bangsa di era global. Prosiding seminar internasioanl pendidikan kewarganegaraan 12 desember 2009. Laboratorium PKn UPI.
Rahmatiani, L. (2020). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pembentuk Karakter Bangsa. Seminar Nasional Kewarganegaraan. 87-94. Diakses dari http://seminar.uad.ac.id/index.php/snk/article/view/3665.
Rosyada, Dede. et.al. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Civic Education Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media.
Sapriya. (2007). “Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Membangun Karakter Warga Negara”. Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 16, No. 1, pp 22-34 [online]. Tersedia:http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/161072234. pdf [18 Mei 2012]
Suryadi, A. (2012). Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu. Teori dan Aplikasi Untuk Pembangunan Pendidikan dan Sumber Daya Manusia Indonesia. Bandung: Widya Iswara Press
Winataputra S. Udin dan Budimansyah Dasim,2012.Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional(Konteks,Teori, dan Pembelajaran).Widya Aksara Press:Bandung.
Wahab, Abdul Aziz dan Sapriya (2011).Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung : Alfabeta.
Winataputra, Udin. & Dasim Budimansyah. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan: Dalam Perspektif Internasional (Konteks, Teori, dan Profil Pembelajaran). Bandung: Widya Aksara Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H