Berdasarkan fenomena tersebut, jelas tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan dalam segala bentuk dan sistem baik bersifat personal maupun global bisa terjadi dalam hitungan waktu yang relatif sangat singkat. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang mutlak dijawab oleh pendidikan Islam dengan tujuan dan cita-citanya yang luhur, walaupun pada dasarnya Islam sebagai sebuah sistem telah memberikan wacana tentang perubahan yang memang harus terjadi demi mencapai tujuan hidup manusia yang dijadikan landasan tujuan pendidikan Islam. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-Ra’d/13: 11:
“…sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri …”.
Berdasarkan ayat tersebut, Islam menganjurkan adanya perubahan yang positif dalam keadaan apapun sehingga mengarah pada kemajuan dan perbaikan. Pemahaman yang demikian perlu ditumbuh kembangkan pada cara berfikir peserta didik sebagai generasi kedepan. Memperluas wawasan dan membentuk sikap yang toleran terhadap berbagai perubahan dengan tanpa kehilangan pegangan dan pendirian, sebab perubahan yang terjadi merupakan sunnatullah.
Menghadapi tantangan digitalisasi seperti yang dikemukakan di atas, pendidikan Islam perlu melakukan langkah-langkah strategis dengan membenahi beberapa persoalan internal. Persoalan internal yang dimaksud adalah: (1) persoalan dikotomi pendidikan; (2) tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam; (3) persoalan kurikulum atau materi. Ketiga persoalan tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain. Berikut penjelasannya :
1. Menyelesaikan persoalan dikotomi
Persoalan dikotomi ilmu agama dan ilmu umum melahirkan dualisme pendidikan, yaitu pendidikan Islam dan pendidikan umum. Dikotomi dan dualisme merupakan persoalan lama yang belum terselesaikan sampai sekarang. Seiring dengan itu berbagai istilah pun muncul untuk membenarkan pandangan dikotomis tersebut. Misalnya, adanya fakultas umum dan fakultas agama, sekolah umum dan sekolah agama. Dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan Iptek, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama. Ahmad Syafi'i Ma'arif mengatakan bila konsep dualisme dikotomik berhasil diselesaikan, maka dalam jangka panjang sistem pendidikan Islam akan berubah secara keseluruhan, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Pendidikan Islam melebur secara integratif dengan pendidikan umum.
Peleburan bukan hanya dalam bentuk satu departemen saja, tetapi lebur berdasarkan kesamaan rumusan filosofis dan pijakan epistemologisnya. Upaya intergrasi keilmuan di Indonesia dapat dilihat dengan perubahan kelembagaan perguruan tinggi Islam dari insitut menjadi universitas, pada level madrasah dan pondok pesantren upaya ini diwujudkan dengan memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulum.
2. Revitalisasi tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam
Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendesain ulang tujuan dan fungsinya. Berikut beberapa model pendidikan Islam di Indonesia:
a. Pendidikan Islam mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan dan melahirkan ulama-mujtahid yang mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan perubahan zaman.
b. Pendidikan Islam yang mengintegrasikan kurikulum dan materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang berpikir secara komprehensif, contohnya madrasah.