"Tidak apa-apa adik-adik. Kami maklum. Jalan belum  diperbaiki dan tidak ada penerangan jalan yang membuat dusun tempat kita tinggal benar-benar terisolir."
Pada rapat dengan kepala desa dan perangkatnya serta sejumlah warga kami menjelaskan program kami terutama program penerangan berupa penyaluran listrik dari desa Semoyo, kebutuhan kabel cukup panjang.
Yang masih dipikirkan adalah kami harus memastikan jalan pintas bagi kabel yang akan dihubungkan dengan kabel aliran terdekat. Sebab jika jalan memintas kami perlu melewati lembah, bukit dan beberapa aliran sungai yang kebetulan sedang mengering. Mengenai dananya Parjo rupanya sudah mendapatkan sponsor. Minggu depan sudah bisa dicairkan untuk dibelikan kabel listrik.Â
Setelah rapat kami pulang ke dusun Putat sakah satu desa yang masuk desa semoyo. Oncor kami nyalakan dan bertiga berjalan beriringan menyusur jalan setapak yang kanan kirinya ditumbuhi pohon pisang, singkong dan kayu jati. Â Melewati perdu bambu, Â suasana semakin seram karena sebentar-sebentar terdengar suara burung hantu.
Di perdu bambu itu, Â angin bertiup kencang. Oncor yang dibawa Parjo tiba-tiba meredup tertiup angin kencang dan di detik selanjutnya oncorpun mati. Kebetulan kami bertiga tidak ada yang membawa korek api, jadilah gelap gulitabulir bulir keringat dingin mengalir deras, jantung benar-benar mau copot, angin yang bergemuruh itu seakan-akan suara raungan dan tertawa terkikik dari sosok putih yang tiba tiba melintas, Â Suasananya benar-benar runyam dan mencekam.
Ada perasaan aneh dikuduk, seperti ada yang meraba dan menggerayangi, mencekik, sementara di sisi belakang seperti muncul bau aneh, campuran bau melati dan bunga sedap malam.  Bulu kuduk semakin  merinding, lengkingan suara tertawa perempuan sangat keras masuk kegendang telinga. Dalam kegelapan muncul  saking takutnya sosok putih berkelebat itu kembali muncul. Bau semerbak melati dan sedap malam, menyergap hidung.
Saya tidak tahu Danang di mana, Parjo di mana, suasana sangat gelap membuat kami menyelamatkan diri sendiri. Tanpa penerangan kami lari hingga akhirnya hanya kegelapan yang terasa.
**
Saya tergeletak di tepi tebing, terasa perih dan pegal badan ini. Matahari muncul dari balik pohon jati, di depan muncul pemandangan bagus dengan bukit dan deretan pegunungan batu dan beberapa pohon perdu yang menggelantung di tebing gunung kapur. Hawa udara sangat segar. Sayangnya badan dan beberapa bagian tubuh memar serta berdarah. Baju batik yang saya kenakan robek dekat lengan, celana, robek beberapa bagian.
"Siapa yang mau menolong ?"
 Sampai matahari beranjak naik, belum ada seorangpun lewat di tepi tebing. Saya tersangkut di rumpun pohon, masih untung tersangkut coba kalau terjun bebas di dasar jurang, pasti hari-hari  berikutnya tinggal jadi berita, Mahasiswa KKN tewas di Jurang Gunung Grigak, Desa Semoyo Gunung Kidul. Sekitar 15 Kilo meter dari Piyungan Bantul Yogyakarta.