Mohon tunggu...
Durrotun Fatihah
Durrotun Fatihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Book Review "Hukum Waris Islam di Indonesia (Perbandingan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Sunni)

14 Maret 2023   23:16 Diperbarui: 14 Maret 2023   23:31 1955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada pasal 175 ayat (2) tersebut dimaksudkan para ahli waris hanya membayarkan sebanyak harta yang ditinggalkan mayit. Apabila harta dimaksud belum mencukupi, sedang hak tertentu dari mayit ada pada orang lain, maka para ahli waris berkewajiban untuk menagih piutang tersebut demi untuk mencukupi hutang mayit kepada orang lain.

Pada hal ini juga yang menjadi alasan bahwa utang tidak dapat dituntut terhadap seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya jika harta mayit tidak ada atau tidak mencukupi, sekalipun para ahli warisnya telah memiliki harta yang mencukupi. Hanya saja, tidak dipersalahkan jika para ahli waris membayar/melunasi utang si mayit. Dan cara ini mustahab (disukai) dalam agama sebagai penghapusan tuntutan pada mayit di akhirat.

Untuk asas-asas waris itu ada 5, yaitu asas ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang, dan asas peristiwa kematian.

Asas Ijbari dimaksudkan bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya/otomatis menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Asas Bilateral maksudnya sistem pembagian waris Islam bukan berdasarkan garis keturunan sepihak seperti garis bapak atau garis ibu namun dari kedua belah pihak -- ibu bapak. Jenis kelamin seseorang bukan penghalang seseorang untuk mendapatkan hak warisnya. Asas Individual adalah harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Asas Keadilan yang berimbang adalah jumlah nilai bagian yang diperoleh ahli waris adalah seimbang dengan hak dan kewajibannya. Seorang lelaki lebih besar tanggung jawabnya daripada seorang perempuan sehingga mengakibatkan hak perolehan bagian warisnya berbeda. Pembagian ini dikenal dengan sistem pembagian dua berbanding satu antara lelaki dengan perempuan. Asas peristiwa kematian adalah suatu peralihan harta (waris) itu disebabkan dengan adanya orang yang memiliki harta tersebut meninggal dunia.

Untuk pengelompokan ahli waris, Fiqh Islam Sunni, mengelompokkan nasabiyah dalam empat klasifikasi, sebagai berikut:

a. Ashabu al-furud nasabiyah yakni golongan/kelompok yang mendapat saham tertentu berjumlah 10 orang yakni:

  • Ayah;
  • Ibu;
  • Ayahnya ayah (kakek) seterusnya ke atas;
  • Ibunya ibu (nenek shahihah) seterusnya ke atas;
  • Anak perempuan;
  • Cucu perempuan pancar laki-laki (dalam garis kelelakian);
  • Saudari kandung;
  • Saudari seayah;
  • Saudari seibu;
  • Saudara seibu

Mereka didahulukan dari kerabat/kelompok keluarga lainnya.

b. 'Ashobah nasabiyah yakni kelompok nasabiyah yang tidak memperoleh bagian tertentu tetapi mengambil sisa yakni:

  • Juz'u al-Mayit yaitu keturunan langsung mayit dalam garis lelaki tanpa berselang perempuan seperti anak lelaki dan cucu laki-laki pancar lelaki;
  • Ushul al-Mayit yaitu ayah atau ayahnya ayah seterusnya ke atas tanpa berselang perempuan;
  • Juz'u al-Ab yaitu saudara laki-laki kandung, saudara lakilaki seayah dan anak lelaki mereka seterusnya.
  • Juz'u al-Jadd yaitu paman kandung, seayah dan anak-anak mereka yang lelaki.

c. Kelompok Nasabiyah yang memperoleh saham (fard) tertentu sekaligus memperoleh ushubah (bagian sisa saham) adalah:

  • Ayah, ketika tidak ada far'u waris perempuan seperti anak perempuan;
  • Kakek shahih atau ayahnya ayah ketika tidak ada far'u waris perempuan dan tidak ada ayah.

d. Kelompok Nasabiyah yang lebih jauh, tidak termasuk bagian fard/saham tertentu dan ushubah. Disebut dengan kelompok dzaw al-arham sebagai berikut:

  • Far'u waris yang jauh seperti cucu pancar perempuan yang lelaki ataupun perempuan, anak-anak mereka seterusnya.
  • Ushul al-Mayit yang jauh seperti kakek gairu shahih (ayahnya dari ibu mayit atau ayah dari ayahnya ibu mayit) dan nenek ghairu shahihah yakni ibu dari ayahnya ibu seterusnya ke atas.
  • Kelompok menyamping ke bawah seperti anak saudari perempuan yang sekandung, seayah dan seibu dan anakanak perempuan dari saudara kandung, seayah dan seibu, seterusnya ke bawah seperti anak perempuan dari anak laki-laki sudara sekandung dan seayah, maupun anak lelaki saudara laki-laki seibu seterusnya ke bawah.
  • Kelompok leluhur ke atas yang terhubung nasabnya kepada ayahnya ayah dan ayahnya ibu, baik dekat maupun jauh seterusnya.

Kemudian KHI juga mengklasifikasikan sebagai berikut:

a. Kelompok ashab al-furud sebagai orang-orang yang memperoleh bagian fard/saham tertentu, sebagai berikut:

  • Anak perempuan
  • Ayah
  • Ibu
  • Saudari kandung
  • Saudari seayah
  • Saudari seibu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun