Matahari sudah hampir tepat di atas kepala Wasikan. Kebun kayu putih makin panas. Legam kulit Wasikan menjadi penanda tentang kerja kerasnya selama ini. Kerja keras yang dia lakukan agar tetap waras.
Tiga karung berisi daun kayu putih sudah diikat satu per satu. Sisa tenaganya hanya cukup untuk mengangkat tiga karung itu ke rumah Wasikan. Truk milik Perhutani tak kunjung tiba. Langit mulai mendung. Wasikan tak berharap turun hujan.
Itu keluhan kali pertama Wasikan. Ada atap rumahnya yang belum ditutup sempurna. Masih menyisakan sedikit lubang. Jika hujan turun, air pasti menggenangi lantai rumahnya.
***
Cyintia menelepon suaminya yang sedang kampanye pemilihan kepala desa Kedung Keris. Ia bermaksud meminta bantuan membawa pengeras suara ke lokasi latihan Gejug Lesung, salah satu kesenian khas Gunung Kidul yang dijadikan cara mencegah tindak bunuh diri.
Sayang, tak ada jawaban dari sang suami. Cyintia bergegas berjalan menuju tempat latihan. Berharap ada laki-laki yang bisa dimintai tolong membawa pengeras suara.
Di lokasi latihan, sudah berkumpul 15 lansia. Sayang, Wasikan tak da di sana. Malam itu, jadwal rutin latihan Gejug Lesung. Lampu penerangan mulai dinyalakan. Pengeras suara sudah siap. Sejumlah lansia mulai berdiri di tempatnya masing-masing. Ada yang memainkan lesung, dan ada yang bernyanyi.
Semua terlihat ceria. Tatapan kosong dan merasa kesepian tidak terlihat di wajah para lansia ini. Gejug Lesung yang dimainkan sudah berhasil mengurangi kekhawatiran Cyintia terhadap upaya tindakan bunuh diri di Desa Kedung Keris.
"Alhamdulilah, banyak lansia yang terhibur dengan Gejung Lesung. Ini salah satu cara kami menghibur lansia di Kedung Keris," katanya.
Tapi sayang, Gejung Lesung yang dia hadirkan belum mampu membawa Wasikan keluar dari kebun kayu putih dan kembali ke masyarakat.Â
"Mbah Wasikan memang susah diajak keluar dari kebun. Katanya sudah nyaman di sana," ucap Cyintia.