"Haha bisa aja nih anak. Memangnya ada apa sih kak ?" tanyaku dengan penuh keheranan.
"Gini lho, kakak dari tadi itu disuruh menemui Pak Hadi di ruang guru, tapi karena Kak Yogi  daritadi susah dicari, Pak Hadi nunggu Kak Yogi gak datang-datang, ini tadi Pak Hadi titip pesan ke aku, kalau Kak Yogi nanti sore ditunggu di rumah beliau buat nganterin proposal lomba Pramuka di Malang itu lho kak."  mencoba menjelaskan kepadaku, meski aku susah konsentrasi karena tangannya itu lho yang ikut gerak naik turun ala birama.
"Hah, sore ini? Aku sore ini ada rapat OSIS buat kegiatan purnawiyata kita dua bulan lagi, gimana ini ya, tapi baiklah kak aku akan usahakan." seakan tak percaya dengan penjelasan Kak Riza yang membuatku semakin pusing.
Gimana lagi, inilah tanggung jawab mau nggak mau, siap nggak siap ya harus siap. Seperti prajurit yang siap bertempur di medan perang dalam keadaan apapun. Tidak masalah, dengan seperti ini aku semakin bisa melatih jiwa kepemimpinanku, toh ini juga baik buat masa depan. Benar nggak?
Berjalan menuju kelas, dari kejauhan  aku melihat cewek yang selama ini diam-diam aku taksir berjalan ke arahku, ini membuatku jadi GR dan gerogi.Â
Perlahan demi perlahan langkah kitapun sampai pada titik yang sama, dia taburkan senyuman paling indahnya kepadaku, melukiskan sejuta harapan indah, suaranya yang lembut dan menggetarkan hati terucap menyapaku dengan lembut amat sangat lembut lebih lembut dari helaian kapas.Â
Akupun membalasnya dengan senyuman termanisku juga, yang kata ibuku paling buat ngangenin. Aku tak bisa berkata-kata, hanya itulah balasan yang bisa aku berikan kepadanya.Â
Sungguh aku gerogi. Lebih baik bicara di depan banyak orang atau berpidato diacara perpisahan sekolah daripada berbicara dengannya. Kata-katapun seolah tak ingin keluar dari mulutku saat itu. Sungguh aku heran kenapa itu bisa terjadi kepadaku.
"Ya Tuhan mimpi apa aku semalam, Engkau mempertemukanku dengan dia saat aku sedang pusing-pusingnya mikirin ini proposal." gumamku dalam hati. Senyuman indahnya itu lho yang buat diri ini seakan tak ingin berpaling darinya.
"Yogi, nanti jadikan rapat OSIS kan?" Tanya seseorang yang aku kenal, Aldi rekan seperjuanganku di OSIS. Kita sering gila-gilaan dulu ketika aku belum menjadi ketua OSIS, namun sekarang terasa jauh, ngobrolpun hanya ketika kita bertemu di rapat OSIS. Sudah jaranglah tidak seperti dulu.
"Apa? Â Iya apa, iya rapat OSIS Â nya jadi pulang sekolah iya jadi o." jawabku dengan gelagapan membuat Aldi menertawaiku dan berjalan pergi berpaling dariku.