[42] Pujo Mulyono SH, Sekretaris Prof. Djokosutono, 4 Juli 2001, menjelaskan kepada penulis mengenai landasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagaimana diutarakan Prof Djokosutono kepada Presiden Sukarno.
[43]Kabinet Karya Djuanda dibubarkan pada 10 Juli 1959.
[44]UUD 1945, Pasal 2 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Ayat ini menunjukan komposisi anggota MPR terdiri, dari: Anggota-anggota DPR yang dipilih melalui Pemilu serta utusan-utusan daerah dan golongan fungsional yang tidak dipilih melalui Pemilu, melainkan berdasarkan keterwakilan. Tak pelak UUD 1945 bukan konstitusi politik tetapi merupakan konstitusi sosial, sehingga semua kelompok masyarakat memiiliki wakil-wakil dalam MPR, dengan demikian MPR sungguh-sungguh merupakan penjelmaan dari kedaulatan rakyat. Dengan sistem semua anggota MPR harus dipilih melalui Pemilu, maka sekitar 134 juta rakyat Indonesia yang bergerak di bidang UMKM tidak memiliki wakil di lembaga negara tersebut.
[45] Perubahan UUD 1945 diatur Pasal 37, namun untuk mengubah dengan teknik addendum, tidak perlu ada penghapusan lembaga negara dan tidak perlu mengubah sistem ketatanegaraan yang dianut UUD 1945. Perubahan dilakukan dengan menggunakan pasal-pasal dan atawa ayat-ayat lampiran untuk menyempurnakan sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 agar selaras perkembangan zaman. Menurut A.B. Kusuma, “Interpretasi para anggota MPR tentang UUD 1945 tanpa menggunakan referensi dan dokumen yang otentik. Para anggota MPR kurang bersungguh-sungguh mempelajari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam Pembukaan dan Penjelasan UUD 1945, sehingga terjadi persepsi yang keliru tentang sistem pemerintahan kita yang dinyatakan sebagai “sistem presidensiel”.(RM. A.B. Kusama, Lahirnya Udang-Undang Dasar 1945, hal: 27, 2004).
[46]Memang secara formal rezim Pemilu reformasi tidak bertanggung jawab pada parlemen (DPR), berbeda dengan rezim Pemilu 55 yang menganut sistem “Ministerial-Parlementer”. Namun baik rezim Pemilu 55 dan rezim Pemilu reformasi, sama-sama menganut stelsel multi partai dan tradisi pemerintahan koalisi yang tidak efektif.
[47] Muhammad Yamin, 149, 1954.
[48] Persyaratan tersebut akan lebih mudah diatasi bila sebelum Pemilu partai-partai politik yang memiliki kesamaan azas, duduk bersama (koalisi) menyusun program pemerintah dan menentukan cara yang tepat untuk melaksanakannya. Hal ini bukan tidak bisa dilakukan setelah Pemilu.Bila ada kesadaran bersama untuk membentuk pemerintahan kuat dan efektif demi kepentingan nasional, segala kendala yang dihadapi dapat diatasi.Akan hal itu sikap kenegarawanan para pihak mutlak diperlukan.
[49]Pada Bulan April 2014 pemerintah telah melakukan MUSRENBANG untuk tahun 2014 – 2015.Pasalnya apakah hasil MUSRENBANG tersebut sesuai dengan visi-misi presiden terpilih?
[50]DRPR-GR tahun 1966 pernah mengajukan memorandum mengenai Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia ke MPRS dan menjadi Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966.
[51]Sejak UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (1999 – 2002) Negara Kesatuan Republik Indonesia belum menerbitkan naskah resmi (formil) dari Perubahan pertama sampai Keempat sebagaimana diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI). Naskah UUD 1945 yang diterbitkan Sekretariat Jenderal MPR RI, adalah: Himpunan (gabungan) dari UUD 1945 naskah asli, Perubahan Pertama – Keempat dan Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini, yang diberi Pengantar Sekretaris Jenderal MPR RI dan Ketua MPR RI. Naskah tersebut jelas bukan naskah resmi (formil). Mengingat Naskah Perbantuan, Kata Pengantar dari Sekretaris Jenderal MPR RI dan Ketua MPR RI tidak masuk LNRI.
[52]Menurut Begawan konstitusi Sri Soemantri, Komisi Negara perlu diadakan, dengan tugas khusus merancang grand desain dan merumuskan amandemen undang-undang dasar. Kehadirannya yang beranggotakan para ahli dari berbagai bidang (akademisi, peneliti, pemikir, budayawan, dll) dan ditopang tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kemampuan dan otoritas tertentu (tidak ada konflik kepentingan, kecuali mencintai negeri ini), maka kajian dan rumusan yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan, baik secara filosofis, historis, politik, budaya, yuridis dan sosiilogis. (wawancara penulis, Kampus Jayabaya, 2013).