Mohon tunggu...
Dodi Ilham
Dodi Ilham Mohon Tunggu... karyawan swasta -

1. General Secretary of Centre for National Security Studies (CNSS) Indonesia. 2. SekJend Badan Pekerja Pelaksana Agenda Rakyat (BPP-AR) Nasional. 3. CEO of Revolt Institute.

Selanjutnya

Tutup

Politik

.:: Risalah Zaken Kabinet ::.

2 Agustus 2014   10:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:37 3266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[28]Ketika maju sebagai calon presiden dan wakil presiden pasangan Jokowi-JK diusung oleh gabungan partai-partai yang kalah banyak, jika dibanding pasangan Parbowo-Hatta. Namun ketika pasangan Jokowi-JK meraih kemenangan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 9 April 2014, tidak menuntup kemungkinan ada beberapa partai politik yang kemudian akan bergabung dalam koalisi di parlemen. Meski akan menjadi kuat di parlemen, tidak otomatis pemerintahan yang akan dijalankan menjadi efektif. Apa pun bentuk koalisinya dan berapa banyak partai yang mendukung, koalisi senantiasa membawa cacat bawaan, semacam pohon kutukan, dalam rupa: Faksionalisme, friksi, dan perpecahan. Maka dibutuhkan momen, strategi dan taktik tersendiri untuk mengatasinya.

[29]Serpihan pecahan sebutir beras.

[30]Baca Sambutan Ki Hadjar Dewantara dalam pemberian gelar Doktor honoris causa, Universitas Gajah Mada, 19 Desember 1956.

[31] Baca Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei – 22 Agustus 1945, hal: 310, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta 1998. Bandingkan dengan Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, hal: 374, RM. A.B. Kusuma, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

[32] Baca Penjelasan UUD 1945.

[33] Baca Perubahan UUD 1945 Tahun 1999 – 2002 Makar Terhadap Negara (Menata Kembali Konstitusi

Indonesia), hal: 23, Giat Wahyudi, Yayasan Ayo Bersatu, Jakarta, 2009.

[34] Presiden tidak bisa membubarkan DPR dan DPR tidak bisa menjatuhkan Presiden; pemerintah mengajukan rancangan undang-undang dan dibahas DPR untuk disetujui = Checks and balances.

[35] Dari Presidensial berubah menjadi Ministerial-Parlementer, yaitu pola pemerintahan kepartaian, telah  membawa keadaan buruk dan darurat dalam kehidupan bernegara, baca:Prof. Mr. Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, Jambatan, Jakarta, 1996. Bandingkan dengan pendapat Ben Anderson, bahwa  perubahan sitem pemerintahan dari kabinet Sukarno ke kabinet Syahrir merupakan kudeta diam-diam dari kelompok Syahrir, baca: Ben Anderson, Revolusi Pemuda; Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1988.

[36] Baca: Giat Wahyudi, hal: 2 – 6, 2009.

[37] Selama 12 tahun Ministerial-Parlementer berlansung sudah 16 kali kabinet “jatuh-bangun”. Hal ini menunjukan rapuhnya stelsel multi partai.Tragisnya sistem politik ini kita anut kembali sejak Pemilu 1999.

[38] Baca: Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, hal: 149, MR. Muhammad Yamin, Penerbit Djambatan 1954. Dalam zakenkabinet anggota partai atawa pengurus partai dapat duduk sebagai menteri, namun kehadirannya tidak mewakili kepentingan partai. Anggota atawa pengurus partai yang duduk dalam kabinet harus dinonaktifkan dari partainya masing-masing secara formal melalkui surat kepeutusan dari DPP partainya masing-masing.

[39]Baca: Kabiner-Karya Triwulan II – 1957, Kementerian Penerangan RI, 1957.

[40] Sesuai dengan permintaan kabinet, maka pada tanggal 22 April 1959, Konstituante melanjutkan sidang plenonya, di mana Presiden memberikan amanatnya yang berisikan: Anjuran Kepala Negara dan Pemerintah untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945.

[41] Baca: Wilopo 70 tahun, hal: 175, Soebagijo I.N, Gunung Agung – Jakarta 1979

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun