Jika ditelaah lebih dalam, menurut The Conversation, Ukraina telah memiliki keinginan untuk bergabung dengan NATO sejak 1992. NATO bahkan sempat membentuk komisi khusus urusannya dengan Ukraina pada 1997, yang menyediakan forum diskusi masalah keamanan guna memajukan relasi kedua belah pihak.Â
Keinginan untuk bergabung dengan NATO juga disebutkan kembali mantan Presiden Ukraina Leonid Kuchma yang kepemimpinannya berakhir 2005. Namun sayang, saat mantan Presiden Viktor Yanukovych, politikus pro-Rusia berkuasa di 2010, proses berhenti. Di 2014, keinginan kembali menjadi anggota makin tinggi.
Hanya dalam beberapa hari, pasukan Rusia berhasil menduduki seluruh wilayah semenanjung Krimea dengan dibantu pasukan pemberontak anti pemerintah. Putin awalnya menyangkal kelompok tersebut adalah tentara Rusia, tetapi akhirnya mengakui para 'pemberontak' merupakan bagian dari tentara Moskow.Â
Setelah pendudukan itu, Rusia melakukan referendum di Crimea. Sayangnya tak ada pengamat internasional atau jurnalis yang memantau. Bagi Ukraina, menjadi anggota NATO akan secara signifikan meningkatkan dukungan militer Ukraina dari pihak luar, termasuk AS. Meski, ini memungkinkan NATO melancarkan kegiatan militer di Ukraina atau atas nama Ukraina, yang pasti tak disukai Rusia.
 Konflik Rusia-Ukraina akhirnya terjadi saat Presiden Vladimir Putin melakukan invasi di wilayah Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022. Invasi yang dilakukan oleh Putin bertujuan  untuk mengembalikan Ukraina sebagai salah satu sekutu Rusia dengan mengganti rezim pemerintah Ukraina melalui dukungan kelompok separatis di Donetsk, Luhan, dan Crimea.Â
Presiden Rusia mengatakan bahwa invasi dilakukan karena pihaknya tidak memiliki pilihan selain mempertahankan diri dari ancaman Ukraina modern. Isu serangan Rusia ke Ukraina senter beredar sejak November 2021 dimana sebuah citra satelit yang menunjukkan adanya penumpukan baru pasukan Rusia di Perbatasan dengan Ukraina serta latihan militer besar-besaran termasuk di laut dan negara tetangganya yaitu Belarusia juga dilakukan oleh Rusia.
Konflik yang saat ini terjadi di Eropa Timur ini bukan merupakan konflik baru dan menjadi bagian dari sisa-sisa perang dingin yang masih bertahan hingga saat ini meskipun beberapa pihak menyatakan perang dingin sudah lama selesai sejak runtuhnya tembok Berlin dan bubarnya Uni Soviet.Â
Ketegangan antara Rusia-Ukraina terjadi kembali pada akhir tahun 2013. Ketegangan bermula dari konflik internal antara presiden Ukraina dan rakyatnya. Rusia mempengaruhi presiden Ukraina untuk menolak kerja sama yang dibentuk dengan Uni Eropa dan menawarkan kerja sama baru yang membuat rakyat ukraina marah akibat ulah Presiden Ukraina tersebut.Â
Bagi rakyat Ukraina, kerjasama yang ditawarkan oleh Uni Eropa akan mendorong perekonomian Ukraina. Kondisi tersebut diperburuk Rusia yang menggerakkan seluruh aparat keamanannya untuk berjaga di daerah perbatasan Ukraina-Rusia.Â
Presiden Rusia yang mengirim pasukannya ke perbatasan menunjukkan kepada masyarakat Ukraina bahwa negaranya siap untuk melakukan perang dengan Ukraina.Â
Aparat keamanan Rusia secara perlahan memasuki wilayah Ukraina melalui Provinsi Krimea. Memanasnya konflik antara Rusia-Ukraina tidak luput dari pengakuan kemerdekaan dua wilayah separatis pro-Rusia di Ukraina Timur yaitu Donetsk dan Luhansk.