Selain itu, konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina  tidak terlepas atas keinginan Ukraina untuk bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan ekspansi NATO yang mulai melebarkan pengaruh di Eropa Timur. Ekspansi NATO ke Eropa Timur membahayakan Rusia karena hal ini berpotensi memindahkan rudal balistik yang awalnya ditempatkan di Rumania ke Ukraina dan berpotensi menjadi ancaman terbuka bagi Rusia.
Konflik yang kian memanas di antara Rusia dan Ukraina mampu mengguncang kestabilan dunia berdampak terhadap politik, pengendalian senjata, terorisme, dan ekonomi di dunia tidak terkecuali Indonesia. Meskipun Indonesia jauh dari kedua negara tersebut, tetapi Indonesia ikut merasakan dampak akibat adanya Konflik Rusia-Ukraina.Â
Sektor Ekonomi menjadi sektor paling terguncang dari adanya konflik ini terlihat ditunjukkan melalui adanya kenaikan harga di bidang pertanian terutama di Afrika dan Timur Tengah, berpotensi terjadinya inflasi jangka panjang dan kenaikan suku bunga, serta krisis energi menyebabkan harga minyak dapat meningkat karena pembeli tidak dapat membeli produk energi dari Rusia, padahal Rusia merupakan salah satu penyumbang terbesar gas alam di pasar Uni Eropa yakni mencapai 40%. Â
Adanya konflik antara Rusia-Ukraina yang tengah pemulihan ekonomi global penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap dampak perang Rusia-Ukraina di bidang perekonomian baik secara universal termasuk di Indonesia.
Dampak Konflik Rusia-Ukraina Terhadap Perekonomian
Ekspor ImporÂ
Invasi Rusia ke Ukraina dapat berdampak nyata terhadap naiknya harga gandum secara global. Selama berabad-abad lamanya, Ukraina telah dikenal sebagai lumbung roti Eropa dan pemasok utama biji-bijian ke negara-negara di Afrika Utara dan Timur Tengah Hingga Asia Tenggara.Â
Di antara hasil panennya, gandum memegang peranan terpenting sebagai sumber makanan pokok bagi penduduk negara yang bergantung pada impor dari Ukraina. Seperti Lebanon misalnya, mengimpor sebesar 700.000 ton gandum Ukraina atau setara dengan 50% pasokan di negaranya.Â
Begitupun dengan Libya dan Tunisia, dimana masing-masing mengimpor gandum dari Ukraina hingga 43% dan 32% dari total impor. Alex Smith, seorang analis riset pangan dan pertanian dari Breakthrough Institute di Amerika Serikat dalam wawancaranya kepada BBC mengungkapkan bahwa terdapat 14 negara yang bergantung pada Ukraina dalam mengimpor gandum dengan persentase setidaknya 10% dari total impor.Â
Selain Ukraina, Rusia juga merupakan pemasok utama gandum lainnya ke pasar dunia yang telah berubah dari sebagai pengimpor 50% makanan menjadi pengekspor bersih dalam 20 tahun terakhir. Rusi telah mengekspor lebih dari 35 juta ton gandum per tahun, mengungguli Ukraina yang berada pada urutan kelima sebagai pengekspor gandum.Â
Saat invasi di Ukraina terjadi, permintaan gandum Rusia dapat meningkat tajam dan memicu kekhawatiran keamanan pangan lebih lanjut. Seperti yang terjadi pada awal pandemi, saat terjadi shock atau guncangan keamanan, orang-orang akan membeli bahan pangan sebanyak-banyaknya sebagai upaya berjaga-jaga terhadap kelangkaan bahan pangan akibat terjadinya invasi.