Barong plok asal Kediri kebanyakan berkarakter mirip menyerupai binatang buaya tetapi juga kadang seperti binatang naga dan singa. Biasanya barong plok asal Kediri di gunakan untuk menyambut tamu-tamu besar dan juga untuk kegiatan spiritual menurut tanggal jawa. Barong plok sendiri hanya di gunakan sebagai tarian tidak sebagai pemujaan atau untuk disembah. Barongan dalam pertunjukan Tari Jaranan ini sangat kental akan kesan magis dan nilai-nilai budaya. Sehingga tidak jarang pada saat pertunjukan para penari mengalami trance atau kesurupan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat jawa pada jaman dahulu akan roh-roh para leluhur. Sehingga masyarakat menjadikan Tari Jaranan ini sebagai alat komunikasi dengan leluhur mereka.
Asal usul barong plok Kediri berawal dari cerita yang berkembang di masyarakat kediri. Kesenian barongan bersumber dari hikayat Panji, yaitu suatu cerita yang diawali dari iringiringan prajurit berkuda mengawal Raden Panji Asmarabangun atau Pujonggo Anom dan Singo Barong dalam meminang Dewi Sekartaji. Wujud konkret dari keberadaan cerita Panji ini salah satunya adalah adanya pertunjukan kesenian kuda kepang atau disebut juga kesenian jaranan di Kediri. Barong plok pada kesenian jaranan berwujud tarian dengan memakai kostum yang berupa wujud simbolik dari Prabu Singo Barong. Barong sendiri memiliki nilai estetika dan kepekaan rasa pada yang melihat wujud barong, hal ini dapat dilihat dari bentuk ukiran-ukiran tersebut tidak hanya sebatas hiasan namun memiliki unsur makna yang ingin di sampaikan oleh sang pembuat barongan. Contohnya adalah gambar yang di ukir pada jamang barongan yaitu gambar kala dan nogo jegog, gambar kala atau kalamakara merupakan ukiran yang biasanya berada di bagian atas pintu. Kala biasanya bewujud kepala makluk mitologi yang berupa buto atau raksasa yang memiliki taring dan mata melotot berwujud mengerikan. Kala bermakna sebagai simbol makluk penjaga dan pengawas manusia. Masyarakat jaman dahulu tidak hanya mengartikan sesuatu yang baik akan selalu terlihat baik dan juga sebaliknya yang terlihat buruk justru menjadi simbol kebaikan. Hal tersebut berdasarkan Slamet (2012: 3), keyakinan masyarakat terhadap hal gaib berupa binatang totem bertujuan menghindari mara bahaya untuk dapat melindungi.
Sedangkan naga jegog melambangkan atau simbol dari dunia bawah. Sebelum agama hindu masuk ke Indonesia yaitu pada animisme dan dinamisme terdapat anggapan bahwa dunia ini dibagi menjadi dua yaitu dunia atas dan dunia bawah.Yang masing-masing mempunyai sifat yang berlawanan. Oleh karena itu motif naga jegog terdapat pada jamang barongan yang melambangkan bahwa barongan merupakan simbol dari makluk yang melawan angkara murka di dunia bawah untuk melindungi manusia. Sedangkan dari bentuk jamang yang berbentuk seperti gunungan yang di ukir kerawang (tembus berlubang) melambangkan kemakmuran. Dengan dibuatnya jamang di kepala barongan, masyarakat berharap untuk dilindungi dari unsur-unsur negatif sehingga mendapatkan kemakmuran.
Selain ditinjau dari sejarah dan bentuk fisiknya. Barongan dalam pertunjukan Tari Jaranan ini sangat kental akan kesan magis dan nilai spiritualnya. Sehingga tidak jarang pada saat pertunjukan para penari mengalami trance atau kesurupan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat jawa pada jaman dahulu akan roh-roh para leluhur. Sehingga masyarakat menjadikan Tari Jaranan ini sebagai alat komunikasi dengan leluhur mereka.
Barong plok sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai sejarah tinggi serta visualisasi yang menarik dan unik perlu dipertahankan dan dilestariakan oleh masyarakat dengan dukungan pemerintah. Salah satu bentuk dukungan pemerintah terhadap seni barong plok di Kediri adalah telah dilakukan oleh pemerintah dengan menggelar pekan budaya yang menampilkan tarian 1000 barong, menampilkan kesenian jaranan pada acara-acara penting yang diselenggarakan pemerintah, serta mendukung dan memberi bantuan dana kepada kelompok kesenian jaranan. Maka dari itu diharapkan dapat menarik wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga dapat menambah eksistensi kesenian Barong Plok sebagai warisan budaya Indonesia.
6. Tari Topeng Panji Tengger
Tari Topeng Tengger khas Lumajang, Jawa Timur, Tari Topeng yang disertai dengan dialog seorang dalang yang mengisahkan asal mula dilakukannya ritual Kasada Suku Tengger. Upacara Kasada berasal dari Jawa Timur. Upacara ini merupakan salah satu upacara adat dari Suku Tengger yang masih lestari sampai sekarang.
7. Tari Topeng Kerte, Situbondo
 Topeng Kerte merupakan seni wayang orang yang berkembang di Situbondo pada tahun 1930-an (Bovier, 2002: 120). Nama pendirinya adalah Kertesuwignyo (Hi-dayah dan Tjintariani, 2015 : 106). Istilah Kerte merujuk pada seorang dalang wayang kulit, karena tidak begitu laku maka diganti menjadi wayang kulit ( Wawancara dengan Sukran dalam Hidayatullah, 2018: 41-42). Secara bentuk topeng-topeng yang hadir dalam pertunjukan Kerte juga sangat variatif. Hidayah dan Tjintariani membag-inya menjadi 41 karakter, dengan 22-24 di antaranya sering digunakan dalam pertun-jukannya. Lebih lanjut mereka membagi topeng Kerte menjadi beberapa kelompok, yai-tu Topeng Alos, Topeng Kasaran, Topeng Ksatria, Topeng Potre, dan Punakawan (Hi-dayah dan Tjintariani, 2015 : 103-107).
8. Bantengan, Kota Batu
Bantengan merupakan pengembangan dari kesenian Kebo-keboan Ponoragoan yang ada di Ponorogo. Ponorogo yang bersebelahan dengan Madiun sebagai kota berbagai perguruan silat, sehingga banyak pesilat yang berkunjung ke Ponorogo sebagai kota Reog. Seni Kebo-keboan dimaknai sebagai tolak bala dan penyelamat Raja Surakarta Paku Buwana II dari berbagai serangan pemberontak keraton.
Seni Bantengan terdapat proses Trance atau Kesurupan Pesilat dari pegunungan sekitar Mojokerto, Malang dan Batu melihat kesenian Kebo-keboan sehingga berinisatif membuat kesenian serupa tetapi menggunakan bentuk hewan Banteng yang mulai punah di Hutan sekitar Lereng Gunung, dengan tujuan sebagai pengingat Bela Diri dan menarik masyarakat untuk mengikuti Bela Diri Pencak Silat.