“Itu kan oknum mang,” dalihku sederhana.
Tiba-tiba mang Kasman memukul kepalaku. Lumayan juga sakit.
“Loh kok mukul mang?,” kagetku.
“Siapa yang mukul,” jawab mang Kasman.
“Lah tadi barusan,” cecarku.
“Oh, itu oknum. Yang namanya Kasman itu tidak pernah memukul orang,” jawab mang Kasman enteng.
Mang Kasman dan aku tertawa terbahak-bahak. Oknum memang sering dijadikan dalih untuk tetap menjaga nama baik lembaga. Oknum pemerintahlah yang selalu bertindak jahat, sementara pemerintah tidak. Persis seperti pameo Bos tidak pernah salah, bawahan yang selalu salah. Jika ada bos bertindak salah, lihat pernyataan pertama.
“Iya, seharusnya tadi mamang bilang oknum pemerintah tidak mikirin nelayan. Ya itu mah sudah jelas, namanya juga oknum,” tawa mang Kasman.
“Mang, benarkah pengadaan kapal nelayan selalu bermasalah?,” tanyaku penasaran.
“Sepengetahuan mamang sih iya. Tahun 2006 ada anggaran bantuan perahu untuk nelayan di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Kasus ini ramai awal tahun 2007. Herman Fauzi, ketua LSM Pusaka Banten dan Ahmad Arifudin, wartawan Fajar Banten yang mengekspose pertama kali,” ujar mang Kasman sambil menunjukan Notulen Dugaan Korupsi Bantuan Nelayan Dinsosnaker Banten Tahun 2006 dari Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Provinsi Banten.
Dari notulen itu, kasus ini bermula dari pemberian bantuan secara simbolis oleh Plt Gubernur Banten di Kecamatan Sumur pada masa kampanye. Lalu di kemudian hari Pimpinan Pelaksana (Pinlak) kegiatan bantuan itu merubah nilai dan jenis bantuan.
Tentu saja hal ini ditolak penerima bantuan. Mereka tetap meminta sesuai janji Plt Gubernur Banten, yaitu perahu, motor tempel dan jaring. Pelaksanaannya, mereka hanya dikirim motor tempelnya saja. Tidak terima, mereka mengadukan persoalan ini ke Herman Fauzi, Ketua LSM Pusaka Banten.