“Kalau mamang pikir sih, memang tidak paham. Soalnya lihat di kegiatan Peningkatan Produktifitas Perikanan Tangkap berindikator hasil NTN 97,0,” ujar mang Kasman.
“Kalau enggak paham soal kecil saja, seperti NTN dan NTP, kenapa bisa duduk di situ ya mang?,” tanyaku keheranan.
“Ha ha ha. Soal duduk menduduki sih, kayaknya sudah jadi isu merata se Banten. Bukan soal kompetensi, tapi koneksi yang berperan,” ucap mang Kasman.
“Benarkah mang?,” tanyaku lagi.
“Yee, namanya juga isu. Mau dipercaya terserah. Enggak dipercaya juga terserah,” ledek mang Kasman.
“Ini anak dua, kalau sudah kumpul, pasti aja ngomongin pemerintahan. Enggak ada omongan lain apa?,” sela istrinya mang Kasman.
Mang Kasman dan aku nyengir kuda. Paman Tunggalsari mengajak kami untuk nyekar di makam kakeknya mang Kasman. Rombongan pun pergi ke muara tak jauh dari tempat kami. Mang Kasman dan aku tidak ikut. Asik melihat perahu nelayan lalu lalang. Jumlahnya memang tidak banyak dan kecil-kecil.
“Mang, benarkah pemerintah tidak memperhatikan kehidupan nelayan?,” tanyaku perlahan.
“Sebenarnya enggak juga sih. Pemerintah itu memperhatikan nelayan, ya walau pun Pemerintah Provinsi Banten masih rada kurang. Buktinya anggaran DKP Banten hanya kisaran Rp25 miliar-an. Bandingkan dengan pembangunan gedung dan jalan, jauh. Tapi bantuan dari pemerintah pusat banyak dan sering,” ujar mang Kasman.
“Terus kenapa mamang tadi bilang pemerintah tidak memikirkan nelayan?,” tanyaku lagi.
“Faktanya bantuan untuk nelayan, terutama perahu, selalu bermasalah,” jawab mang Kasman.