“NTP itu Nilai Tukar Petani. Dihitung dari perbandingan indeks harga yang diterima terhadap indeks harga yang dibayar petani. Simpelnya, berapa duit yang diterima petani dan berapa yang dikeluarkan petani dalam bentuk perbandingan prosentasi. Kalau nilainya 100, maka hidupnya pas-pasan,” terang mang Kasman.
Karena bidang pertanian itu luas, Badan Pusat Statistik (BPS) membagi NTP dalam beberapa bidang; Nilai Tukar Petani Pangan (NTPP), Nilai Tukar Petani Holtikultura (NTPH), Nilai Petani Peternakan (NTPT), Nilai Petani Perkebunan Rakyat (NTPR) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN).
“Jadi NTP itu nilai gabungan dari bidang-bidang tadi,” ucap mang Kasman.
Aku melihat tabel itu di baris NTN, di mulai Januari 2008 dengan angka 95,65, naik turun bervariatif hingga Desember 2011 dengan angka 97,83. Tapi sekilas tak pernah mencapai angka 100.
“Dari 2008-2011 berarti nelayan kita hidup kekurangan ya mang?,” retorikaku.
“Pake nanya segala. Coba lihat di DPA DKP Provinsi Banten TA 2011 di kegiatan 2.05.24.45.007 di kolom dampak,” perintah mang Kasman.
“Nilai Tukar Nelayan NTP lebih besar dari 100,” bacaku.
“Nah lihat, yang bikin dan meriksa DPA saja lupa, atau mungkin enggak paham. Bagaimana nelayan bisa terpikirkan kalau soal singkatan saja tidak tahu bedanya. Nilai Tukar Nelayan bukan NTP, tapi NTN,” tuding mang Kasman.
“Salah ketik kali mang. Gitu aja kok dipermasalahkan,” belaku.
“Selalu memandang persoalan sepele. Sekarang tinggal pilih, kalau salah ketik, berarti DKP Provinsi Banten gagal dalam mensejahterakan nelayan. Karena hingga Desember 2011 NTN sebesar 97,83. Masih di bawah target 100. Kalau DKP gagal, naik ke atas, berarti Gubernur Banten gagal mensejahterakan nelayan. Nah sekarang tinggal pilih, salah ketik atau yang bikin dan meriksa DPA itu tidak paham?,” kata mang Kasman.
“Lah saya kan bukan pegawai DKP mang. Menurut mamang bagaimana?,” aku berbalik tanya.