seakan bilah-bilah belati yang berlari kemari
.
“Apa?”
“Kau, kau, kau, siapa kau sebenarnya M.. Ma?” si banci yang kolornya jatuh terkejut bukan main. Langgam-langgam cinta semakin keras kunyanyikan, bersama dengan angin-angin malam yang datang cepat, mendengung, mengambil suara latar, dan memberi kekuatan padaku untuk menjadi penyaji, bukan pesakitan yang hampir mati!
“Ha ha ha ha”
“Ha ha ha ha”
“J j jangan Ma, ampun Ma, jangan,” dokter Saldi berlutut dan menundukkan wajahnya, menghiba-hiba padaku, sedangkan si lurah brengsek sudah terbaring tak sadar sambil basah celananya, tak sanggup menahan kekuatanku.
.
O domba domba di padang sabana
ijinkan aku menarik dawai sang dewa
malam ini bukan nanti