Mohon tunggu...
Diyarilma Anggun Ratu Innayah
Diyarilma Anggun Ratu Innayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010203

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak, M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia, Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

21 November 2024   21:52 Diperbarui: 21 November 2024   21:52 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus korupsi dana BOS menunjukkan bagaimana teori CDMA oleh Robert Klitgaard dan teori GONE oleh Jack Bologna dapat diterapkan untuk menjelaskan akar penyebab terjadinya korupsi. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis mekanisme korupsi dana BOS di salah satu daerah, yaitu kasus di Kabupaten Cianjur pada tahun 2020, di mana dana pendidikan senilai miliaran rupiah diselewengkan oleh pejabat.

Fakta Kasus Korupsi Dana BOS di Kabupaten Cianjur

Pada tahun 2020, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cianjur mengungkap kasus penyalahgunaan dana BOS yang melibatkan sejumlah kepala sekolah dan pejabat Dinas Pendidikan. Modus operandi yang digunakan adalah pemotongan dana BOS dari sekolah-sekolah penerima dengan dalih untuk keperluan administrasi atau kegiatan tertentu yang tidak tercantum dalam pedoman penggunaan dana BOS.

Jumlah dana yang diselewengkan mencapai miliaran rupiah. Potongan dana dilakukan secara sistematis, di mana kepala sekolah diminta menyerahkan sebagian dana BOS kepada pejabat dinas pendidikan. Selain itu, beberapa sekolah dipaksa membeli barang atau jasa dari penyedia yang sudah ditunjuk oleh dinas, meskipun harga yang ditawarkan lebih mahal dari harga pasar. Tindakan ini menciptakan kerugian besar bagi negara dan menghambat perkembangan sektor pendidikan di daerah tersebut.

Penerapan Teori CDMA dalam Kasus Korupsi Dana BOS

1. Monopoli (Monopoly)

Dalam kasus ini, pejabat Dinas Pendidikan memiliki monopoli penuh dalam menentukan alokasi dana BOS dan pengadaan barang atau jasa yang berkaitan dengan kebutuhan sekolah. Para kepala sekolah tidak memiliki pilihan selain mengikuti arahan dinas, karena kewenangan pengelolaan dana berada di tangan pejabat tersebut.

Monopoli juga terlihat pada penunjukan rekanan penyedia barang dan jasa yang dilakukan tanpa melalui mekanisme tender terbuka. Hanya pihak tertentu yang diizinkan untuk memasok barang ke sekolah, sehingga menciptakan sistem tertutup yang memudahkan terjadinya manipulasi.

2. Diskresi (Discretion)

Pejabat Dinas Pendidikan memanfaatkan diskresi mereka untuk menentukan alokasi dan penggunaan dana BOS. Dengan alasan "standarisasi pengadaan barang", pejabat dinas memaksa sekolah membeli barang tertentu, seperti buku, alat tulis, atau komputer, dari penyedia yang telah ditunjuk. Kepala sekolah tidak memiliki kebebasan untuk memilih penyedia barang lain yang mungkin lebih murah atau berkualitas lebih baik.

Diskresi yang tidak diawasi ini memungkinkan pejabat untuk menetapkan harga barang atau jasa jauh di atas harga pasar. Selisih harga kemudian dibagi-bagi antara pejabat dan penyedia barang, sementara sekolah dirugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun