Studi Kasus Penerapan Pendekatan Klitgaard dan Bologna dalam Kasus Korupsi di Indonesia
Studi Kasus Korupsi e-KTP: Analisis dengan Teori GONE dan CDMA
Kasus korupsi e-KTP merupakan salah satu skandal terbesar dalam sejarah korupsi Indonesia. Proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2011 dengan tujuan menciptakan sistem identitas yang modern, transparan, dan aman. Namun, alih-alih menjadi langkah maju dalam reformasi administrasi publik, proyek ini menjadi ladang korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun. Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi, anggota DPR, dan pihak swasta yang bersama-sama menyusun skema untuk memperkaya diri sendiri.
Dalam analisis ini, teori CDMA (Monopoli, Diskresi, Akuntabilitas Rendah) yang dikembangkan oleh Robert Klitgaard dan teori GONE (Greed, Opportunity, Need, Exposure) oleh Jack Bologna akan digunakan untuk memahami bagaimana korupsi e-KTP terjadi secara sistematis.
Proyek e-KTP dirancang untuk menyatukan data identitas penduduk secara nasional. Namun, sejak tahap perencanaan hingga implementasi, proyek ini telah dipenuhi dengan manipulasi. Berikut adalah kronologi singkat dan modus operandi dalam kasus ini:
Tahap Perencanaan
Dalam tahap awal, anggaran proyek yang seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan teknis dinaikkan secara tidak wajar. Beberapa anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri bekerja sama untuk menetapkan anggaran yang lebih besar dari yang diperlukan.
Tahap Pengadaan Barang dan Jasa
Pada tahap ini, terjadi manipulasi lelang dengan menyingkirkan penyedia barang dan jasa yang tidak mau bekerja sama dalam skema korupsi. Perusahaan pemenang tender diminta untuk memberikan fee kepada para pejabat sebagai imbalan atas kemenangan mereka.
Tahap Pelaksanaan
Selama pelaksanaan, kualitas barang dan jasa yang disediakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Selain itu, sebagian besar anggaran digunakan untuk membayar kickback kepada pejabat tinggi dan anggota DPR.