2. Opportunity (Kesempatan)
Kesempatan untuk melakukan korupsi muncul dari beberapa kelemahan sistemik:
- Proyek Besar dengan Anggaran Tinggi: Besarnya dana yang dialokasikan untuk proyek ini menciptakan peluang besar untuk manipulasi.
- Sistem Tender yang Rentan: Kurangnya transparansi dalam mekanisme tender membuka peluang bagi pelaku untuk melakukan pengaturan.
- Kolusi yang Terorganisir: Adanya kerja sama antara pejabat pemerintah, anggota DPR, dan pihak swasta menciptakan sistem korupsi yang sulit diungkap.
3. Need (Kebutuhan)
Dalam kasus ini, kebutuhan untuk melakukan korupsi muncul dari motif politik dan ekonomi. Beberapa pelaku menggunakan dana hasil korupsi untuk:
- Membiayai kampanye politik mereka.
- Mempertahankan posisi mereka di lingkungan birokrasi.
- Memenuhi gaya hidup mewah yang tidak dapat dicapai dengan gaji resmi.
4. Exposure (Paparan atau Risiko Terungkap)
Pada awalnya, risiko terungkapnya kasus ini relatif rendah karena pelaku memiliki posisi kekuasaan yang kuat. Namun, penyelidikan oleh KPK dan tekanan dari media massa akhirnya membuka skandal ini. Faktor risiko meningkat ketika satu per satu pelaku mulai memberikan kesaksian di pengadilan untuk meringankan hukuman mereka.
Dampak Korupsi e-KTP
1. Kerugian Negara
Kerugian finansial akibat korupsi e-KTP sangat besar, mencapai Rp 2,3 triliun. Dana yang seharusnya digunakan untuk menciptakan sistem identitas nasional yang efisien justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
2. Penurunan Kepercayaan Publik
Skandal ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, terutama DPR dan Kementerian Dalam Negeri. Banyak masyarakat merasa skeptis terhadap proyek-proyek pemerintah lainnya setelah terungkapnya kasus ini.