3. Akuntabilitas yang Rendah (Accountability)
Minimnya pengawasan terhadap pengelolaan dana BOS menjadi celah utama yang dimanfaatkan oleh pelaku korupsi. Sistem pelaporan dana BOS sering kali hanya bersifat administratif dan tidak diverifikasi secara mendalam oleh lembaga pengawas. Akibatnya, kepala sekolah yang merasa dirugikan tidak berani melaporkan praktik korupsi karena khawatir akan mendapat tekanan dari pejabat dinas.
Selain itu, tidak adanya audit independen terhadap penggunaan dana BOS di tingkat sekolah juga memperbesar peluang korupsi. Dengan akuntabilitas yang rendah, pelaku dapat dengan mudah menutupi jejak korupsi mereka.
Penerapan Teori GONE dalam Kasus Korupsi Dana BOS
1. Greed (Keserakahan)
Keserakahan adalah motivasi utama dalam kasus ini. Pejabat Dinas Pendidikan tidak hanya mengambil keuntungan pribadi, tetapi juga memperkaya kroni-kroni mereka melalui penunjukan langsung rekanan penyedia barang. Dalam kasus ini, keserakahan melampaui batas moral dan profesional, mengingat dana yang diselewengkan seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan anak-anak.
Oknum kepala sekolah juga terlibat karena ingin mendapatkan keuntungan tambahan dari dana BOS, meskipun tindakan ini merugikan sekolah yang mereka pimpin.
2. Opportunity (Kesempatan)
Kesempatan untuk melakukan korupsi muncul karena lemahnya sistem pengawasan dan regulasi. Pemerintah pusat tidak memiliki mekanisme yang memadai untuk memantau penggunaan dana BOS di tingkat daerah. Sementara itu, di tingkat lokal, pejabat dinas memiliki kontrol penuh atas pengelolaan dana tanpa intervensi dari pihak ketiga yang independen.
Selain itu, dana BOS yang jumlahnya besar, tetapi pengelolaannya tersebar di banyak sekolah, membuat pengawasannya menjadi sulit. Hal ini memberikan celah bagi pelaku untuk melakukan penyelewengan secara sistematis.
3. Need (Kebutuhan)