Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengenang Cak Nur (Almarhum) – Jalan Hidup Seorang Visioner ( Bagian 2 )

1 Agustus 2012   04:52 Diperbarui: 5 Juli 2015   19:59 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi karena Qomariyah jam 07.00 pagi kuliah, maka disepakati bertemu di apotek Jl. Slamet Riyadi jam 09.00.

Saat Qomariyah tiba di apotek, ia melihat Miftah sudah menunggu bersama temannya. Namun karena ia hanya konsen pada kiriman orang tuanya dari Madiun sesuai info sebelumnya, ia acuh saja terhadap teman Miftah yang ternyata adalah Nurcholish.

Sewaktu teman Miftah membeli obat ke apotek, Qomariyah bertanya “Miftah, mana kirimannya?”

Lha itu, Mas Nurcholish!” jawab Miftah pelan sambil senyum-senyum.

Apa?” Qomariyah mengulangi pertanyaannya. “Itu, Mas Nurcholish Madjid! Kata Mas Nurcholish, situ sudah kenal?” jawab Miftah.

Qomariyah kaget bukan main “Ya Allah, jadi ini orang yang meminta saya beberapa hari yang lalu, dan sekarang sudah berada di hadapan saya?”

Tidak Miftah, baru pertama kali ini saya bertemu!” ujar Qomariyah.

Nurcholish dan Miftah mengajak Qomariyah jalan-jalan, tapi ia menolak dengan alasan jam 11 ada kuliah.

Hari ini tidak ada kuliah, tadi saya sudah telepon dosennya kok, dia kan teman saya” Nurcholish berujar dengan enteng.

Akhirnya mereka pun jalan-jalan bertiga...namun Miftah pulang duluan agar kedua sahabatnya itu dapat lebih mengenal tanpa tergangguJ

Di perjalanan di bus, Nurcholish memeri sebuah nama pada gadisnya sebagai tanda sayang. Ia mengeja nama Qomariyah di buku kecilnya kemudian mencoret-coret huruf dalam nama itu, dan tiba-tiba berkata :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun