Tetapi yang menariknya dia tidak berhenti pada titik itu saja. Dalam proses kreatifnya ia tidak melulu menghujat penguasa, melainkan ia berlanjut pada taraf yang lebih tinggi yakni melakukan sebuah kontemplasi. Ia sampai pada taraf pengristalisasian realitas yang dilihat, dialami, dan diamatinya menjadi sebuah karya yang mengajak kita merenungi peristiwa atau realitas itu sebagai realitas baru dalam sajaknya.
Sebagai hamba Tuhan ia juga menciptakan sajaknya sebagai alat berkomunikasi dengan Tuhan sang Khaliknya. Kerinduan untuk suatu hari nanti bertemu dengan sang Khalik lebih mempesona penyair. Itulah sebabnya aku lirik dalam sajak-sajaknya kemudian terutama setelah peristiwa Tsunami melahirkan sajak-sajak yang lebih relijius. Sikap merendahkan diri kepada Tuhan sebagai wujud dan implementasi mencapai makrifat tergambar dalam sajak-sajaknya. Sajaknya itu sendiri adalah sebuah zikir. Dzikir secara etimologi bermakna menyebut dan mengingat. Dzikrullah bermakna menyebut dan mengingat Allah SWT. Dzikir merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Islam mengenal dua jenis Dzikir pertama Dzikir muqayyad (terikat/tertentu) dan kedua dzikir muthlak (bebas).
Sajak-sajak penyair ini bisa kita lihat sebagai representasi dari wujud dzikir muthlak yakni mengingat Tuhan dalam sajaknya dengan bahasa dan pilihan kata secara bebas. Ingatan kepada Tuhan dalam sajaknya itulah yang merupakan dzikir sang penyair, seperti yang tergambar dalam sajaknya yang berjudul "Pada Sebuah Titik", "titik Garis","Renungan Gempa Tsunami", "Aku Tsunami Engkau", "Tsunami Nyanyian Sunyi", "Aku Tsunami Aceh", "Aceh Humam Tsunami", "Damailah Jiwa Damai", "Irama', dan "Ragu" adalah contoh beberapa sajak yang memperlihatkan cara Din berzikir mengingat Tuuhan dalam sajaknya.
Kata Zikir juga mengacu kepada satu karakter dalam sajaknya yang merepresentasikan seorang anak laki-laki gembel yang sedang mengembara di tanah Aceh. Pengembaraan, penderitaan, dan kedekatan dengan kehidupan orang-orang papa merupakan salah satu jalan yang biasa ditempuh oleh para penganut tarekat yakni suatu persaudaran mistik dalam Islam atau semacam ordo dalam terminologi Katotik. \
Tarekat diserap dari bahasa Arab Tariqat' yang artinya jalan, yakni jalan yang ditempuh seorang salik (pengembara) secara perlahan-lahan melalui tahapan-tahapan (maqamat) tertentu dan metode-metode tertentu dengan tujuan bersatu dengan realitas (al-Haqq) (R. Mulyadhi Kartanegara, 1986: 29). Kedekatan dengan kesengsaraan, penderitaan, dan menjauhi kesenangan dan kenikmatan duniawi inilah yang juga digambarkan oleh Din dalam sajak-sajaknya sebagai upaya dan usaha mengasah kepekaan dan kebeningan jiwanya demi mencapai makam makrifat yang tertinggi itu.
Tetapi apakah dia sudah mencapai makam yang tertinggi itu, hanya dia dan Tuhannya yang maha mengetahui. Sebab bagi seorang Din Saja bukan neraka atau surga yang terutama baginya karena penentuan surga dan neraka itu adalah hak tertinggi Allah yang termaktub dalam sajaknya. Ketakberdayan, kelemahan, kehinaan dan sikap merendahkan diri seorang hamba di hadapan Khaliknya adalah sebuah wujud kepasrahan yang kerap disampaikan oleh seorang penganut tarekat seperti yang juga kita jumpai dalam sajak Din di bawah ini.
Â
Ragu
o Yang Maha Menentukan
hidupku dalam genggaman-Mu
bakarlah hatiku yang angkuh ini