"Nah, ini ngehek terakhir, yah. Kemarin ada wa lagi dari temen lain. Kembali menyampaikan hal yang sama. Pinjam kata ayah ya, anjrit. Gaya negurnya terkesan berusaha halus, tapi ambil posisi yang sama, sekadar menyalahkan. Dijelaskan lagi, tetap ga mau tahu. Kamu pelihara citra negatif itu setahun lebih. Aku sebagai teman, cuma mengingatkan."
"Hmmm ..."
"Nonsense, yah. Ada khan ya teman yang memang punya kepuasan sendiri untuk bisa menyalahkan."
"Ya, selalu ada ada. Manusiawi. Bukan hanya teman. Masyarakat kita memang begitu."
"Yups. Persoalannya terulang. Ada teman yang menegur, seolah mengingatkan. Tapi, jelas berada pada posisi menyalahkan. Mereka berlaku seolah menjaga rahasia negara, ketika aku tanya tentang siapa sih yang sibuk ngegossip, memang sengaja memelihara gossip itu agar ada pihak yang bisa dipersalahkan. Tanpa kemauan untuk mencari kejelasan. Memang harus ada bahan. Kalau tidak, gatal gatal kali tubuh mereka."
"Ha ha ha ... lanjut, mas. Cepetan, sudah mau subuh nih."
"Kembali ke omongan awal ya. Soal berpikir positif tentang teman ternyata ga gampang karena banyak anjing yang kelakuannya seperti teman ke kita."
"Terbalik. Ah, lapor pak banget sih kamu."
Rizky nyengir mendengar komentar ayah.
"Aku berpikir positif tentang ayah, nih."
"Lhah? Memang semestinya begitu khan."