"Kenapa rupanya?"
"Setiap usai thowaf, baik wajib, maupun yang sunah, Dahlan akhiri dengan sholat dan doa di depan Multazam, sebuah tempat mustajabah di antara Hajar Aswad dan Pintu Ka'bah. Doa agar ibu hamba disatukan dengan Pak Haji Sujapar. Ya Bu, Dahlan berdoa sejak menginjakkkan kaki di masjidil Harom, hingga saat thowaf Wada'. Termasuk pula di tempat mustajabah lain seperti Roudhoh di masjid Nabawi dan sebagainya."
"Dahlan........"
"Maafkan Dahlan ibu ...... putra Ibu ini tahu, di persaudaraan haji 2005 tinggal Pak Haji Japar dengan Ibu. Akan lebih berkah jika Ibu dan beliau bersatu. Dahlan ridlo Pak Haji Sujapar jadi ayah Dahlan...."
Perempuan tua itu memeluk anaknya kembali. Kali ini tangisnya lebih deras. Ia tahu, kemustajaban Multazam disaput keikhlasan akan mendatangkan bukti nyata.
Hari berikutnya perempuan tua itu menata hati. Menahan detakan tak keruan di dadanya ketika sesekali Haji Sujapar menelpon, atau mengatakn hal lain. Dan tentu ketika minggu depan ia akan mendengarkan jawaban perempuan itu.
Hajjah Maryati telah siap mental. Terbayang di matanya, 2005, ketika di depan multazam juga mendoakan kebehagiaan untuk anak-anaknya. Kini semua anak-anaknya berbahagia bersama keluarganya.
"Assalaamu'alaikum bu Hajjah!" terdengar kalimat Haji Sujapar di HP.
"Multazam!" jawab Hajjah Maryati.
"Apa Bu?"
"Mmmm.... mm... maaf... maaf.... Pak Haji, wa'alaikumusalam!"