Naryo mengambil juwawut.
Dua kurungan burung perkutut miliknya diganti dengan pakan juwawut yang baru. Demikian pula air minum diganti dengan yang baru. Sebelum burung-burung itu dinaikkan ke tiang dengan kerekan atau katrol yang tinggi, laki-laki itu menjentitkan jemarinya.
“Jalu! Jaluuu! Tak! Tak! Tak!”
Huuur ketek-kong! Huur ketek-kong!
Burung pertama merespons jentitan jemari tuannya. Naryo puas. Pantas burung dengan respons cepat dan suara nyaring telah ditawar dengan harga enam juta rupiah. Namun ia tak hendak melepas dengan harga segitu. Laki-laki tetap memasang harga tujuh puluh lima juta rupiah.
“Margono! Margonoooo! Tak! Tak! Tak!
Huur ketek-kong kuk kong! Huur ketek-kong kuk kong! Huur ketek-kong kuk kong!
Kali ini burung kedua dengan nama Margono bersuara dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. Super. Suara yang unik, dimiliki oleh burung dengan suara unik. Penanya harga biasanya jeri dengan harga yang dipasang Naryo.
Pagi itu empat tiang dengan dua sangkar menghiasi halaman rumah Naryo. Dua tiang kosong karena telah laku, yang tersisa dua, Jalu dan Margono belum laku. Jalu, belum dilepas, sedangkan Margono belum ada yang berani membeli dengan harga yang sangat tinggi.
***
Hari itu sebuah rumah cat kuning dengan halaman luas telah berpenghuni baru.