Herlin tak bisa menolak untuk pulang bersama. Waktunya memang telah memasuki maghrib. Berjalan kaki sekitar lima belas menit dari pantai menuju hotel lumayan terasa capek. Keduanya tak banyak bicara. Herlin hanya sesekali menjawab pertanyaan Tomo.
Malam itu Herlin dan Ainun tidak ikut bersama teman lain yang keluar mencari tempat makan sambil cuci mata. Keduanya ngendon di kamar. Di saat itulah Herlin marah ke Ainun yang meninggalkan dirinya di pantai tadi sore saat sunset sehingga ditemani dengan paksa oleh Tomo.
“Kamu sengaja meninggalkan aku ya Nun? Tuuuh jadinya si Tomo muncul!”
“Enak saja, aku dipanggil ibu kepala tahu! Lagi pula itu jaga mulut kamu lho Lin!”
“Memang aku ngomong apa?”
“Itu tadi, kamu ngomong Si Tomo! Jangan pakai Si, nggak sopan tahu!”
“Hihi biar saja … orangnya nggak tahu inih!”
“Besok aku beritahu dia lho!”
“Jangaaan…. ! Awas Nun kalau sampai kamu ngomong sama dia!”
“Kenapa? Takut kuwalat? Panggil Mas Tomo gitu!”
“Enggak laaah …. hihi, tapi ganteng juga siiih….” kata Herlin sambil melirihkan suaranya hampir tak kedengaran.