Mohon tunggu...
Diana NovitaPermataSari
Diana NovitaPermataSari Mohon Tunggu... Guru - Guru/Pendidik

Menjadi pendidik di salah satu sekolah menengah kejuruan Negeri. Hobi utama membaca, sekarang sedang giat berlatih menulis, dan sangat suka jalan-jalan, kadang kulineran, dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memang Bukan Dewi Persik

21 Juli 2023   11:59 Diperbarui: 21 Juli 2023   12:01 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alih-alih kembali ke bis untuk tidur lagi, rombongan tersebut memilih menunggu waktu sambil duduk-duduk di taman masjid. Menikmati bekal sisa dari bis, atau memesan kopi dan teh hangat di kantin-kantin di depan masjid. Dan mereka pikir memang itulah yang terbaik bagi mereka, daripada tidur lagi setelah subuh, meskipun mata sebenarnya juga sangat ingin dipejamkan lagi.

Sambil menahan kantuk dan hawa dingin, Dewi yang duduk di salah satu serambi kantin di depan masjid bersama beberapa rekannya, lebih tertarik mengamati pemandangan di depan dan sekeliling masjid itu, daripada mendengarkan obrolan rekan-rekannya. 

Masjid itu dibangun di atas tanah yang cukup luas, sehingga memiliki taman yang luas. Pohon-pohon juga ditanam di sekeliling masjid, sudah besar-besar, dan mungkin sudah berumur puluhan tahun. Dan pagi itu, begitu indahnya, karena angin bertiup sepoi-sepoi, menggugurkan daun-daun dari pohon-pohon yang besar itu. Tanpa sadar Dewi tersenyum, sejenak, ia merasa bagai hidup di negara empat musim di kala musim gugur, seperti yang ia lihat di TV-TV atau di YouTube-YouTube. 

Setelah puas mengamati pemandanan sekelilingnya, Dewi mengalihkan pandangannya, mengamati mejanya dan akan mengambil donatnya, karena merasakan perutnya lapar.

"Donatnya siapa ini?" tanya Bu Anin.

"Saya Bu" jawab Dewi.

"Kumakan dulu ya, nanti di bis kuganti." kata Bu Anin lagi, sambil mengambil donat yang ada di depannya itu, membukanya, lalu menyantapnya.

Dewi tertawa hingga memperlihatkan gigi-giginya, meski tanpa suara, sambil menganggukkan kepalanya dengan mantap. Ia lalu mengalihkan pandangannya lagi ke pemandangan sekitar. Meski demikian, ia masih sempat memikirkan donat tersebut. 

Dia sangat menginginkan donat itu, itulah kenapa dia lebih membawa donat itu dari bisnya, daripada makanan yang lain. Lagipula di saat yang sama, bangun sepagi itu membuatnya lebih merasa kelaparan, jadi donat adalah makanan yang cocok untuk itu. 

Dewi tertawa sendiri lagi, hanya ada dua kemungkinan tentang donat itu. Kemungkinan pertama senior tersebut lupa menggantinya dan Dewi akan berani meminta. Kemungkinan kedua senior tersebut lupa dan Dewi tidak berani memintanya. Dan kemungkinan kedualah yang paling mungkin.

"Lapar sih memang ya? Mas, ada makanan apa saja di sini Mas?" suara Pak Rudi, salah satu senior Dewi, yang suaranya menarik perhatian Dewi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun