"Oh ya? Tidak melamun? Aku duduk di sini sejak lama. Hampir bersamaan sejak kamu datang menemani Bu Rinda. Tapi kamu tidak menyadariku sama sekali, itu yang namanya tidak melamun?" tanya Erwin lagi. "Melamuni siapa? Mantan?"
"Oh ya, selama itu..? Oh tidak, tidak.." tanya Dewi sambil menatap Erwin dengan berbinar, merasa tertangkap sedang melakukan sesuatu, tapi juga tidak ingin mengakuinya.
"Halo..sedang pada apa?" tanya kepala sekolah, sebelum Erwin membalas kata-kata Dewi.
"Eh, ini...santai ini Pak." kata Dewi dan Erwin, hampir bersamaan, refleks.Â
"Baguslah kalau memang pada bisa menikmati santai. Karena itulah tujuan saya. Mengajak mampir ke Kebun Raya Bogor ini setelah studi banding, agar bisa bersantai sejenak.
Eh ngomong-ngomong pertanyaan yang kamu ajukan bagus tadi. Siap ya Dewi, jadi pemimpin perusahaan sekolah. Mewujudkan cita-cita saya, memiliki sekolah yang memiliki perusahaan sendiri, sehingga suatu saat nanti punya dana mandiri?" tanya kepala sekolah, sambil tersenyum kepada Dewi.
Erwin menatap kepala sekolah, lalu menatap Dewi. Pertanyaan itu terasa sangat ringan dilontarkan, tetapi akan sangat berat dilaksanakan.
Dewi tersenyum sopan kepada kepala sekolah tersebut. Dewi menenunduk sejenak sambil tetap tersenyum, seolah sedang berpikir, seolah juga sedang menertawakan sesuatu. Ia lalu menegakkan kepalanya lagi. "Mau dibawa kemana, mau dikembangkan seperti apa kalau semua pihak tidak mendukung, tidak akan berjalan.Â
Untuk mewujudkan cita-cita Bapak, harus ada kontrak yang jelas terkait dengan gaji saya dan tentu saja harus menguntungkan kedua belah pihak, sesuatu yang menguntungkan akan membuat orang lebih berhati-hati menjalankan bisnis tersebut. Karena jika rugi, orang tersebut sendirilah yang akan rugi. Kedua, saya harus diberi kebebasan untuk mengatur perkembangan bisnis tersebut. Ketiga saya disediakan dana untuk segala uji coba membangun perusahaan tersebut, dana tersebut silakan diaudit. Dan keempat saya dijauhkan dari orang-orang yang menganggu perjalanan bisnis sekolah. Gimana Bapak?"Â
Kepala sekolah mengamati Dewi dengan seksama, seolah tak percaya pada apa yang dikatakan Dewi, anak paling junior, dan kebetulan memiliki postur tubuh yang paling mungil itu, akan menjawab seperti itu.Â
"Baik, itu terlalu sulit. Bagaimana kalau saya tidak mau?" tanya kepala sekolah, lebih terlihat seolah menggoda keyakinan Dewi.