Hingga akhirnya, ia membukakan pintu untuk seseorang yang mengantar pizza pesanannya.Â
Kulihat telepon genggamnya bergetar. Ada satu nama muncul di layar monitor. Dan mataku masih dapat membacanya.
Dearest RENI....
Aku mengenal betul wajah manis itu yang tertampil di gawai Dimas. Wajah yang selama ini tak pernah hilang dari mimpi-mimpiku. Aku hanya terpaku. Semua hal tentang kebersamaanku dengan Dimas seakan hilang. Pikiranku kosong.Â
Kutelan ludah kegilaanku. Kepalaku seperti tertimpa benda yang sangat berat. Hatiku menahan sakit yang tak terkira. Sakit seperti pisau yang ditusukkan terlalu dalam.Â
Dimas....bagaimana mungkin kita mencintai satu wanita yang sama? Dan kau tahu sungguh bahwa aku sangat mencintai wanita ini....
Segala pikiran menggelayuti otakku. Segera terlintas dalam benakku satu wajah oval cantik dengan senyum bagai bunga di musim semi. Bunga yang tak berani kupetik.
Aku memacu mobilku, pulang ke rumah. Kutinggalkan apartemen Dimas tanpa sepatah kata pun kutinggalkan pada pemiliknya.
Pikiranku kacau. Reniku...
Mengalun lembut dan pelan lagu All I Want dari Kodaline di dalam mobilku. Ya, Ren... Aku masih menginginkanmu.
All I want is nothing more, to hear you knocking at my door...