Kugeser ke arah samping menjauhinya. Aku takut? Wow bagaimana jika aku kena setrumnya? Bisa hancur duniaku.
Dary hanya tersenyum melihat tingkahku.
"Ga usah takut, Mas Alex, eike ga bakal mangsa temen sendiri," sahutnya sambil terkekeh.
Setelah menerima alamat apartemen Dimas dari Dary, aku langsung meluncurkan mobilku ke sana.
Ada senyum senang di wajah sahabatku saat menemukan aku kembali di hadapannya. Apartemen ini cukup nyaman. Dimas memang paling pandai menata interior rumah. Namun ia tak pernah mau menggeluti bidang grafis.
"Aku menemukannya, Lex," ujarnya pelan, saat kami membincangkan wanita masa depan kami. Aku mendengarnya seperti bisikan, namun sangat dalam.Â
Aku tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikiran sahabatku ini. Meski kami telah bersahabat lebih dari lima tahun, namun tetap saja sulit bagiku untuk menyelami pemikirannya. Ia bahkan ingin menutup semuanya.
"Well, congrates, ... so, who is the lucky girl?"Â tanyaku sambil kutatap matanya, mereka-reka apa yang kali ini ingin ia sembunyikan.
Ia tak menjawab. Matanya hanya memandangi botol bir yang diambilnya dari atas meja. Aku menemukan sepotong keraguan tergurat di dalam mata itu.
Mengapa kau ragu, Dim? Tak adakah kepercayaan itu padaku? Sekali ini saja, ijinkan aku menikmati kebahagiaan yang belum pernah kau perdengarkan padaku, sahabat.
Kutunggu hingga malam, sengaja kupancing dia dengan cerita lamaku dengan Reni. Namun tak jua satu nama wanita itu keluar dari mulutnya.