"Karena ada gay di sini," ujarnya sambil melemparkan sebutir kacang ke arahku. Kami saling tertawa.
"Aku menemukannya, Lex,"entah keberanian dari mana, aku ternyata mampu mengungkapkannya dan orang pertama yang mendengarnya adalah pria yang mengagumi gadis yang kukagumi.
"Well, congrates... So, who is the lucky girl?"
Aku diam. Kuteguk kembali bir yang sedari tadi kubiarkan berdiri di atas meja. Aku tak akan mengatakannya pada Alex, bukan? Ataukah aku akan mengatakannya? Ide yang cukup gila.Â
Dari dulu aku dan Alex selalu dikagumi oleh semua wanita. Mungkin hingga sekarang. Tapi aku bukan tipe pria yang selalu menebar sperma ke semua wanita, seperti yang Alex lakukan. Mungkin nyamuk betina pun sudah diajaknya tidur.Â
Aku lebih memilih untuk menjatuhkan cintaku pada satu orang wanita. Dan ia adalah seseorang yang akan menjadi ibu dari anak-anakku di masa depanku.Â
ALEXANDER
Pulang dari kantor aku sengaja membelokkan mobilku ke arah sebuah cafe. Ya, cafe milik Dimas. Aku ingin mengejutkan sahabatku, setelah 2 tahun ini berpisah darinya.Â
Lama kutunggu ia di sebuah sofa yang begitu nyaman bagiku. Sudah lama kami lost contact, tapi ternyata Dimas masih betah dengan bisnis kulinernya.Â
Kulihat ada beberapa wanita yang berbisik sambil melirik ke arahku. Tak kusangka, kutukan ini masih melekat padaku. Bukan ingin menyombong. Hanya saja mereka ingin menempel padaku. Seakan aku ini magnet ajaib bagi setiap wanita.Â
"Mas Alex....," sapaan ramah yang tak asing di telinga, mengakhiri lamunanku. Kulihat Dary berjalan ke arahku.