"Ma, Diandra mana?" Tanyaku pada Mama dan Mama menangis lalu membantuku bangun.
"Ma, aku mau liat Diandra."
Mama membatuku duduk ke kursi roda dan membawaku ke ruangan ICU. Disana terdapat Diandra yang terbaring lemah tak berdaya, aku menangis dengan apa yang telah terjadi. Mama membawaku masuk ke ruangan Diandra. Diandra sudah siuman hanya saja ia perlu istirahat karena Diandra mengelami luka parah pada bagian kepala.
"Di, maafin aku." Aku menangis memeluk Diandra.
"Kamu gak perlu minta maaf, kamu gak salah kok."
"Aku salah karena telah menjadikan kamu musuhku, bahkan aku selalu bersikap tak baik kepadamu, maafkan aku Di, maaf."
"Sudah jangan nangis, aku gak kenapa kenapa kok." Diandra mengusap air mataku
"Di, kamu harus sembuh biar kita bisa kayak dulu lagi, aku gak akan bersikap egois kali ini. Aku sayang kamu Di."
"Iya, aku juga sayang kamu. Tapi aku gak tau kapan aku akan sembuh, pokoknya setelah kamu bisa jalan lagi, kamu harus janji sama aku, kamu harus jadi penari balet profesional, terus latihan dan terus semangat, terus jadi Bianca yang pekerja keras, dan pantang menyerah, aku yakin suatu hari nanti kamu bisa jadi seorang ballerina."
"Aku mau itu terjadi bareng sama kamu, aku mau kita jadi ballerina bersama, itu impian kita sejak kecil, Di. Ayo dong semangat buat sembuh."
"Iya, Bi. Tapi sekarang aku capek, aku mau istirahat dulu, kamu harus nepatin janji kamu ya. Jangan nakal - nakal, jadilah orang yang baik, i love more than you."