Tangis istrinya tiba-tiba pecah.
"Ah, tidak!"
Laki-laki berkumis tipis itu mencoba menyadarkan putrinya dengan menekan dada Araa. Sekali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya. Usaha sang ayah akhirnya membuahkan hasil. Gadis kecilnya memuntahkan air beberapa kali.
"Ibu ... maaf, embernya hilang."
Kalimat pertama yang diucapkan Araa membuat ibunya menangis tak karuan.
"Tidak apa-apa, Sayang. Asal bukan kamu yang hilang." Dipeluknya Araa erat-erat.
"Maaf juga karena tidak mendengarkan ibu."
Araa pun menyadari kesalahannya. Jika saja ia mendengarkan ibu untuk segera kembali, hal menakutkan itu tidak akan pernah terjadi. Akan tetapi, ada hikmah di balik itu semua. Araa menjadi tahu, bahwa ibu mencintainya lebih dari apa pun juga.
End
Bima, 16-12-18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H