Urusan peringkat atau status sosial dalam bermasyarakat harus disikapi secara cermat. Demikian karena, secara lahiriah kita memang telah memiliki kompulsi terhadap pemeringkatan. Kompulsi ini selalu memengaruhi kita dengan kuat.
Sejak zaman batu hingga sekarang, manusia selalu terdorong oleh kompulsi keinginan untuk hidup dalam keagungan. Menurut saya, baik di zaman batu maupun zaman sekarang, konsep peringkat ini telah eksis.
Untuk menjawab hal ini, rasanya kita harus meminta Saitama mengangkat kita sebagai muridnya yang kedua. Sekilas lewat, memang peringkat adalah hal penting bagi kita. Namun, pada hakikatnya bisa jadi tak begitu penting. Banyak hal lain yang tak kalah pentingnya dari sekadar peringkat. Kebenaran dan kebaikan. Ya, itu dia!
Dalam salah satu ungkapannya, Saitama berkata, "Manusia itu kuat karena memiliki kemampuan untuk mengubah dirinya sendiri." Lagi-lagi kesadaran kita kembali tertohok.
Apabila ungkapan ini diekstraksikan lagi, maka akan tersibak makna hakikatnya, yaitu "Kemampuan mengubah diri adalah kekuatan terbesar kita."
Oleh karena kemampuan itu bersemayam dalam diri kita, maka kita harus segera mengaktifkannya. Kita harus bertransformasi menjadi sosok yang berjalan pada jalur yang baik dan benar. Dengan demikian, kita bisa dengan lebih mudah memaknai berbagai hal dalam kehidupan.
Kebaikan dan kebenaran adalah dua hal yang sangat mudah untuk diucapkan, tetapi seringkali terasa sangat sulit untuk dikerjakan. Bahkan, di zaman sekarang, tanpa sadar, banyak orang yang kehilangan dua hal ini dalam kesehariannya.
Oleh karena itu, kita harus kembali mengingat dan mengasahnya. Bagaimana caranya? Mari mengorek tuntas nilai-nilai filosofis yang ada dalam diri Saitama.
Lewat penggalan kisahnya, tampak jelas bahwa sekalipun Saitama memiliki kekuatan yang sangat besar, tetapi dia tidak pernah sama sekali memamerkannya, kecuali saat berhadapan dengan monster dan alien.
Hal ini adalah sebuah refleksi dari sifat tawaduk atau rendah hati. Sifat ini akan selalu menjaga seseorang dari bahaya negatif seperti arogansi, zalim, obsesi, iri hati, dan lain sebagainya.
Apabila kita menanamkan sifat tawaduk ke dalam diri kita, maka niscaya akan membuahkan hal-hal seperti kesabaran, ketabahan, objektivitas, integritas, optimistis, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Dan semua buah ini sangat manis sehingga kita perlukan untuk melahirkan kehidupan yang sentosa.