Plato dalam sebuah ungkapannya pernah berkata, "Janganlah engkau berteman dengan orang jahat, karena sifatmu akan mencuri sifatnya tanpa engkau sadari."
Ungkapan itu sungguh menohok kesadaran kita. Ungkapan itu pada dasarnya tak hanya terbatas pada teman saja, melainkan pada setiap orang jahat.
Atasan dalam permisalan tadi adalah seorang yang sangat jahat, bahkan bengis. Kebengisan adalah sifat yang senang membuat orang lain menderita. Terbukti, kita memang menderita karena perintahnya.
Perintah yang diberikan kepada kita itu adalah suatu hal yang tak logis. Bagaimana mungkin bisa menyelesaikan pekerjaan dengan tingkat kerumitan tinggi hanya dalam waktu 2 jam? Albert Einstein, baru (mungkin) bisa.
Namun, apa yang terjadi? Kita cenderung menuruti permintaan itu karena cemas dengan hal-hal negatif yang berseliweran di dalam pikiran seperti: kurang prestasi, tak cerdas, citra menurun, tak naik pangkat atau jabatan, dan tak... serta tak lainnya.
Akibatnya, kita menghalalkan berbagai cara agar pekerjaan itu selesai sesuai waktu yang ditentukan. Padahal, belum tentu juga semua hal negatif tadi akan terjadi. Bisa jadi semua itu adalah ilusi yang lahir dari ketakutan dan kekhawatiran kita.
Selain peringkat , Saitama juga tidak begitu memedulikan apapun reaksi orang lain terhadap dirinya. Mau baik ataupun buruk reaksi itu, tak pernah dipikirkannya, apalagi dimasukkan ke dalam hati. Apapun itu, dia tetap melakukan kebaikan yang terbaik bagi semua orang. Tak ada yang berubah.
Cuek bebek, ya itu dia. Sikap inilah yang akhirnya melahirkan ketangguhan bagi Saitama. Namun demikian, bukan berarti dia orang yang anti kritik. Ketika ada kritikan datang kepadanya, dia tetap melapangkan hatinya seluas mungkin.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berhadapan dengan situasi dan kondisi yang tak menguntungkan kita. Salah satunya adalah reaksi buruk orang lain terhadap hal-hal baik yang telah kita lakukan.
Umumnya, setelah kita berbuat baik terhadap orang lain, tetapi kemudian dibalas dengan cemoohan, makian, bahkan hinaan, maka emosi kita seketika terpancing sehingga merasa sedih, jengkel, atau bahkan marah.
Kita langsung ke pertanyaannya saja. Mengapa kita harus merasa sedih, jengkel, atau marah? Inilah ironi kehidupan, kita selalu mengharapkan setiap hal berjalan sesuai ekspektasi. Dan, hal ini saya namakan sebagai Idealitas Semu.