Ironisnya adalah, tanpa sadar kita sering terjebak dalam idealitas tersebut. Idealitas ini termanifestasikan dalam pikiran kita seperti: setelah kita berbuat kebaikan terhadap orang lain, maka tentu kebaikan pula yang akan kita peroleh. Padahal, belum tentu.
Ternyata yang kita peroleh adalah reaksi negatif. Dan, kita pun terjerembab dalam kekecewaan. Apabila lalu kekecewaan ini terakumulasi, maka seringkali akhirnya menyebabkan kita kehilangan gairah untuk kembali melakukan kebaikan.
Pasif. Ya, akhirnya kita menjadi pasif. Seperti kapok berbuat kebaikan karena yang berbalik selalu keburukan. Pada titik inilah kita harus menyerap dan mengaplikasikan sikap cuek bebek yang dimiliki oleh Saitama.
Mengapa bebek? Saya jelaskan sedikit. Tak ada orang yang tak mengenal bebek. Jenis unggas satu ini tak hanya masyhur karena hobinya berkutat dengan lumpur, tetapi juga karena IQ-nya yang sangat rendah.
IQ rendah ini adalah modal utama bagi bebek untuk bersikap acuh tak acuh terhadap segala gangguan yang menghampirinya. Sifat bebek pun berbeda dengan unggas lainnya.
Lazimnya, ketika kita berpas-pasan dengan unggas lain seperti ayam, maka ayam itu seketika lari tunggang langgang untuk menghindari kita.
Namun, tidak dengan bebek. Dia tak menghiraukan kita sama sekali. Bahkan terkadang, dia semakin asyik menggoyangkan pantatnya. Bah, bebek!
Inilah ilmu dari bebek yang harus kita serap dan aplikasikan dengan cara mengacuhkan reaksi buruk dari orang lain. Tirulah sikap ini, maka niscaya kita bisa hidup dengan penuh kedamaian. "Tapi bebek 'kan bodoh, beda dengan manusia!" Ambil sisi baiknya, buang sisi bodohnya, cerdas.
Lagipula, mengapa emosi kita harus terpancing ketika mendapat reaksi yang buruk? Bukankah reaksi itu suatu hal yang berada di luar kontrol kita? Ya, tepat sekali.
Menyadari bahwa reaksi itu adalah hal di luar kontrol kita, sama halnya dengan membangunkan ketidaksadaran kita dari tidur panjangnya. Bahwa, kita tidak bisa berbuat apapun terhadap hal-hal yang berada di luar kontrol kita. Oleh karena itu, kita harus berteman dengan sikap cuek dan bebek itu sendiri.
Kebijaksanaan Saitama