Mohon tunggu...
Devan Altop
Devan Altop Mohon Tunggu... -

Kesedihan yang paling mendalam, jika aku selalu melanggar dan tak menjalankan perintah Allah Swt yang tertera dalam Alqur,an dan juga yang paling aku takutkan kehidupanku tak pernah diberikan hidayah kebaikan selama hidup di dunia ini. Astaghfirullah ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dongeng Cinta oleh: Devan Altop

24 Maret 2014   18:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:33 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nada-nada rindu yang terngingang dibalik hati, merona saat hadir dalam rasa. Lalu meluruh dijiwa-jiwa mencinta, sehingga tercipta perasaan bergelora bersama cinta sesaat Safana baru mengenal lelaki pujaan hatinya di facebook. Matanya berbinar terang, merasakan betapa hatinya tak dapat dibohongi bahwa ia sangat mencintai sepenuh kepolosan hatinya yang paling dalam. Ya ... karena Safana adalah anak yang masih Abg, yang sepertinya ingin menciptakan mimpi-mimpi seperti remaja lainnya.

Kisah cintanya begitu dipenuhi bunga-bunga mawar putih, seperti bidadari yang baru saja turun dari langit. Kecantikannya yang luar biasa, membuat para lelaki banyak yang ingin mendekati,menjadi kekasihnya. Namun, dunia teknologi telah merubahnya dalam sekejap,membuat Safana lebih mengenal pria yang ia cintai di facebook ketimbang dia mengenali lelaki di dunia nyata, karena menurutnya lelaki dunia maya memiliki magnit yang luar biasa dan memiliki kekuatan cinta yang bisa membawa hatinya melayang ke Angkasa.

Jemarinya yang lembut kembali membuka laptop berwarna pink kesayangannya di malam hari yang sunyi,saat ia menyampaikan kerinduannya bersama rindu yang tak tertahankan. Lelaki yang ia puja telah menyambutnya yaitu seorang pengusaha muda di info profilnya.Hal ini yang membuat masa depan Safana semakin jelas jika kelak berumah tangga.Hingga Safana merasa tambatan hatinya telah sesuai dengan impian dan cita-cita.Safana tersenyum, saat chat itu sudah menyala hijau di dinding facebook. Sesuatu yang mebuatnya terbangun dari cahaya-cahaya hati Safana. Dan nyawa-nyawa itu bersatu dalam jaringan internet, yang bisa terus mengungkap isi hatinya lewat  puisi cinta yang diberikan dengan sejuta ketulusan hatinya yang paling indah pada Bara kekasihnya.

“Kuhitung detak nadi ini,”

“Pada malam berdenging,lirih,”

“Menyentuh kalbu,mengerang rasa,”

“Terkulai memujamu, Bara”

“Rindu yang kusimpan, tak pernah lengah menunggumu.”

“Dan aku selalu menyintaimu.”

Untaian katanya melukiskan di dinding hatinya, seyogyanya ini adalah seputih rasa yang membentuk atom-atom cinta. Berjalan dengan membawa keagungan rasa yang berbeda hingga menepi berucap mesra dalam chat pribadinya bersama Bara. Dan tak lama kemudian Bara pun memberikan jawaban puisi cintanya.

“Oh indahnya, deburan rindu itu tersenyum memanggil namaku,”

“Lirihmu, terdengar syahdu di hatiku,”

“Kamu memang Bidadariku,selalu menyentuh dalam cinta matiku,”

“Pujamu, membuat hatiku semakin merintih-rintih.”

“Tak sabar, menanti kalam terurai nyata.”

“Kamu istimewa Adindaku sayang, aku berdosa jika tak mencintaimu.”

Larik-larik itu terus saja membahana, merengkuh disetiap kerlip facebook menyala berkedip-kedip.Memberikan sensasi kasih yang menusuk kalbu hingga berlarian di rumput-rumput hijau di hamparan Istana yang luas, megah, beraroma dan penuh cahaya kebahagiaan.

Disinilah Safana tetap berpegang teguh, walau waktu telah berjalan menuju tiga bulan mengenal sosokBara yang keren, penuh kelembutan dan sosok yang terdengar suaranya begitu berwibawa dan penuh cinta. Lelaki berpostur tinggi, tegap, gagah terlihat dari foto-fotonya yang diberikan Bara untuk koleksi album Safana. Dan Bara berjanji,ingin mengikat cintanya dengan serius hingga Safana memberikan lampu hijau untuk mengenalkan pada orang tuanya.

“Kak ... aku ingin menyalakan  lilin di tengah kegelisahanku.” Kata-kata mesra itu Kembali saat chatingan bersama Bara.

“Sungguh, itu untukku?”Tanya Bara.

“Ya Kak, aku tak kanpernah bisa lupa, Ingatanku terlalu indah untukmu. Kamu tahu itu, kan?” Ucap Safana meyakinkan.

“Iya ... aku percaya, Adindaku sayang. Bahkan aku ingin melukis cinta di hatimu yang suci.” Ucap Bara beradu rayu.

“Kakak ... entah kenapa hari ini aku ingin menangis. Relung hatiku mendadak sepi, sayap-sayapku seperti akan hilang selamanya. Aku tak kuat rasa rindu ini jika terlalu lama, merajam di hatiku. Aku ingin menjadi bidadari seutuhnya untukmu, Kak?”

“Hemm ... pantesan, hatiku berdetak kecang bagai gendang berdendang. Rupanya Bidadariku, sedang sedih menghitung hari menungguku.”

“Kakak ... jangan bercanda, doong? Aku serius, Kak?.”

“Iya Adindaku sayang, akuserius. Kalau sudah waktunya nanti, pasti akan datang menjemputmu?”

“Tapi, kapan?”

“Kakak janji, jika waktunya telah tepat, aku akan langsung melamarmu”

Akhirnya Safana mengerti apa yang diutarakan Bara dichatingan. Rasa lega, bahagia berusaha sabar untuk mengerti perasaannya. Senyum Safana pun mengembang, dan mengulum malu-malu. Lirih hatinya yang sedikit terkikis badai, lambat laun terurai lunak mengerti apa yang sedang direncanakan Bara.

Dua minggu telah berlalu, Pelangi di pagi hari membuatnya semakin ceria. Wajah cantik Safana menyembul bersama senyum. Kelopak matanya membola, dengan bulu mata yang lentik. Alisnya yang bergaris tebal, memperindah penampilannya, terlihat seksi dari bibirnya yang tipis memesona. Sorot matanya yang bening, membuat terlihat anggun hari ini, memakai gaun putih bermotif bunga mawar. Ia berpose dihadapan kamera dengan sentuhan yang menarik. Dia tersenyum renyah, saat bliz foto menyala terang. Namun, kegundahan hatinya tak bisa dibohongi, ia selalu merindukan cinta Bara dengan rasa yang berkecamuk, dalam torehan gundahgulana.

“Aku tak mengerti kenapa aku bersedih ... seharusnya aku bahagia karena Bara telah meyakinkanku. Apakah karena kedua orang tuaku sangat tidak setuju dengan lelaki mayaku?”

“Entahlah ... hatiku hari ini berbeda. Tak bisa seorang pun yang bisa memisahkan cintaku dengan Bara, walaupun kedua orang tuaku sendiri.”

“Maafkan Ayah, Ibu ...aku menyembunyikan percintaan ini dengan Bara, karena aku tak mau melukai persaanmu.”

“Aku merasa ingin dekat berada dengan Bara. Tetapi mengapa hatiku sepi, sesenyap rembulan malam. Apakah karena diriku tak mendapat ridho dari kedua orangtuaku? Ah ... sudahlah, aku tak mau percintaanku menjadi keruh dalam lumpur yang hitam.”

“ Tuhan, apakah salah rindu ini selalu memanggil nama Bara?”

“Cintaku bertekuk lutut, di atas kaki sang Pangeran Cinta.”

“Dia begitu, gagah dan pemberani dengan ketegasan yang selalu berucap Dewa.”

“Aku sangat menyayanginya, Tuhan?”

“Tolong aku yakinkan dengan sejuta rasa cinta dan sayang, karena aku tak mau air mata ini terus berdenting dalam resah yang menusuk-nusuk.”

“Tuhan, biarkan aku mencintainya seputih awan dan sebongkah salju. Karena hanya hatiku yang tahu, bahwa aku cinta mati karenanya.” Decaknya dalam hati Safana yang sedang dikelilingi kegalauan dengan air mata yang meluluhlantah. Namun, baru saja tertegun memandangi fajar pagi di jendela kamarnya. Tiba-tiba Hpnya berdering dengan keras memanggil-mangil. Cepat – cepat Safana mengangkatnya.

“Hallo, Adindaku sayang.”Suara Bara begitu mesra.

“Kakak Bara, kirain siapa. Pagi-pagi sudah telepon tumben ni,” sahut Safana, manja.

“Lhooo ... kok gitu si, tanyanya Adindaku? Padahal aku kangeeen banget. Habis aku udah enggak tahan ni pengen ketemu kamu.”

“Gombal, ah ...” jawab Safana malu-malu, sambil menyusut air matanya yang masih berderai lirih.

“Beneran sayang ... malam nanti, Kakak akan menjemputmu untuk memperkenalkan kedua orang tua Kakak. Mungkin aku dari Malang naik pesawat terbang. “ Ucap Bara kembali menegaskan.

“Yang bener, Kak. Malam ini ...? ” Tanya Safana merasa terkejut.

“Beneeer Adindaku sayaaang. Ini kejutan untukmu” Ucap Bara serius.

Safana pun terdiam, sesaat Bara menutup telepon selulernya. Hatinya terobati disaat resah itu selalu menghantuinya. Safana pun sudah beranjak dari tempat tidurnya, dan saat itu juga ia duduk di meja tempat ia menulis diarinya yang penuh cinta.

“Aku ingin bertanya pada hatiku yang masih hampa,”

“Rinduku seperti terkilir dalam pujangga cinta hingga hatiku seperti terkaram dalam jurang yang dalam.”

“Mimpiku, selalu terkurung dalam api menyala. Entahlah ... aku selalu ketakutan dalam seriburasa yang berbeda.”

“Tetapi ... mengapa cinta mengalahkan segalanya. Bahkan, ilusi-ilusi cinta membawaku terbang ke Istana Raja. Mengukir peristiwa cinta, dalam keabadian.”

“Ah ... aku tak mau kalah dengan naluri yang selalu mengingatkanku mendera cinta.”

“Tapi biarkanlah, rasa cinta itu semakin yakin agar aku tak ternodai, dengan keruhnya hati yang semakin terlukai.” Ucap Safana yang ditorehkan dalam tulisan Diarinya tentang kegundahan hatinya akhir-akhir ini.

Malam pun telah tiba, langit bertaburan bintang seolah mengajaknya berdamai. Deru angin yang membisik sejuk, mengendus perlahan di tengah kebahagiaan Safana. Safana terlihat cantik malam ini, memakai gaun malam yang sangat pas dan serasi, membuatnya lebih pede dengan hati yang berbunga-bunga, yang semuanya untuk menyambut lelaki yang dicintainya Bara. Pelayan restoran itu mempersilahkan duduk. Kebetulan Safana memilih Restoran Braga, karena selain jauh dari kebisingan, restoran ini sangat cocok untuk kaula muda yang sedang jatuh cinta. Selain tempatnya sangat romatis dan eksotis, restoran ini secara arsitek sudah didesain khusus yang diusung dengan tema berlambangkan cinta.

“Pesan minuman apa, Mbak?” Tanya pelayan restoran itu dengan ramah.

“Dua lemon tea, ya.” Ucap Safana bergegas pesan.

“Oke Mbak, ditunggu sebentar.”

Baru saja pelayan itu pergi dari hadapan Safana, tak lama kemudian Bara datang dengan memakai kemeja kotak-kotak berwarna ungu tua, terlihat sangat gagah dan smart.

“Kamu Safana, kan?” Tiba-tiba saja  Bara datang dari arah belakang Safana.

“Kamu Bara, kan?” Tanya kembali Safana, saling bertatap muka.

“Kamu lebih cantik dari aslinya, Safana.” Sapa Bara kembali.

“ Kamu juga,” Keduanyasaling melempar senyum dan saling memuji.

Safana pun langsung mempersilahkan duduk, aroma harum maskulin Bara memikat hati Safana. Dia terkesima melihat Bara berwajah Indo. Ganteng, gagah, dan seabrek pujian yang terlontar dari hati Safana. Begitupun Bara, melihat Safana sangat cantik dan anggun.

“Eeee, aaa ... aduh, maaf. Aku sampai enggak bisa ngomong, Kak Bara.” Ucap Safana, terlihat gerogi dengan wajah malu-malu.

“Tak apa Adinda, aku pun mengerti apa yang sedang dirasakan olehmu. Tak menyangka kamu sangat luar biasa, aku tak salah memilih dirimu sebagai bidadariku. Oh ya, boleh nggak aku duduk di sampingmu, Sayang.” Rayu Bara merona.

“Boleh Kak ... aku malah senang.” Ujar Safana, dengan perasaan bahagia.

Bara tak canggung lagi langsung pindah duduk di dekat Safana, lalu tangan Bara menindih pundak Safana yang terlihat jenjang. Tak menduga Bara mencium keningnya dengan mesra. Sehingga Safana, terlihat memerah di wajahnya yang cantik.

“Kak, aku mau kamu menikahiku.” Ucap Safana menggelayut manja di dada Bara yang bidang.

“Iya sayang ... pasti aku akan menikahimu.” Ucap Bara menjanjikan.

Safana tersenyum bahagia, ketika Bara kembali meyakinkannya. Dia memandang wajah ganteng Bara yang dibiarkan memesona oleh pandangannya. Mata Safana menerawang jauh melayang, lewat sayap-sayap cinta. Cermin yang berada di atas wastapel berwarna maroon sebagai saksi bisu yang menghantarkan ia bertatap muka pada pantulan cahaya cermin tersebut. Wajah Safana benar-benar cantik malam itu, lehernya yang dihiasi permata tak tampak dia gadis Abg, dia terlihat gadis dewasa yang manis dan lembut juga anggun penuh pesona. Sayangnya malam yang menghantarkan cinta itu, ternyata hanya dalam dongeng cinta. Kenyataan Safana setelah ini hilang bagai di telan bumi, karena diculik Bara yang merupakan sindikikat penculikan Abg  yang bergerombol dengan penjahat kelas kakap. Wajah cantiknya rusak akibat pukulan benda tumpul, lehernya digorok terputus,juga kaki dan tangannya dalam keadaan terpisah dengan tubuhnya karena dimutilasi untuk menghilangkan jejak. Dan Safana sebelum dimutilasi, dia adalah korban perkosaan secara bergilir oleh banyak orang selain Bara yang mayatnya sengaja di buang diberbagai titik di pinggir sungai Cisadane. Dan yang lebih tragis lagi, organ-organ penting yang ada di dalam tubuhnya hilang entah apa yang dinginkan Bara, yang merupakan pujangga Iblis yang sangat kejam dan bengis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun