Diulurkan kedua tangannya pada pinggang Mei. Hendak digendongnya perempuan itu.
“Tidak mungkin! Ini tidak mungkin!”
Ben terkesiap.
Sekujur tubuh perempuan itu dipenuhi semut dan belatung. Wajahnya penuh lobang, tempat kawanan kalajengking bersarang. Kulitnya mengelupas, keluarkan bau busuk. Tiba-tiba bibir perempuan yang pernah dicumbunya itu menyunggingkan senyum.
“Kau benar-benar sudah mati, Mei…Kau sudah mati!”
Laki-laki itu berlari, menghindari mati.
“Hanya dia yang bisa melalukan maut dariku.”
Ben kembali mencari manusia renta. Harapnya ada di sana. Namun sia-sia. Gubuk itu tak akan pernah ia dapati kembali.
Dalam larinya, ia terjatuh. Kakinya terantuk. Batok kelapa melayang-layang di depannya. Tertawa-tawa. Diambilnya bongkahan batu. Dilemparkannya ke arah batok kelapa.
Boneka bambu berkepala batok kelapa semakin mendekat, memukul-mukul kepala Ben. Laki-laki itu merangkak dengan luka pada kepalanya. Dilihatnya beberapa boneka bambu melayang-layang. Ben menelan ludah. Boneka-boneka bambu itu berkepala teman-temannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H