“Anna, menarilah sebagaimana kau ingin menari.”
“Apa boleh menari dalam keadaan menangis, Bibi?”
“Jika yang kau perankan adalah wilis yang disakiti, kau boleh menangis.”
“Bibi sedang menarikan wilis yang tersakiti?”
“Anna, Bibi sedang menarikan hati Bibi sendiri. Jika saat ini kau sedang berbahagia, maka terbanglah.”
Dalam diri Anna, kulihat diriku yang dulu. Wilis putih yang belum ternoda kebencian. Bulu-bulunya begitu lembut tanpa duri-duri yang menusuk jiwa. Kemudian aku menjadi rindu akan kasih yang mula-mula.
***
Kulihat Sam berdiri di depan pintu. Biasanya dia akan marah jika kuminta untuk mengantarkan kopi ke tempatku mengajar. Kali ini raut mukanya berbeda, dia terlihat sedikit lebih dewasa. Matanya sibuk memperhatikanku melepas pointe.
“Hai, Sam. Apa yang membawamu ke tempat ini?”
“Hanya rasa cemas. Biasanya kau sudah duduk di kedaiku dan menikmati kopi buatanku dua jam sebelumnya.”
“O, maaf, Sam. Menari membuatku lupa diri.”