"sekali lagi saya tegaskan dengan hati dan pikiran jernih bahwa saya tidak sudi menerima pekerjaan ini"
Dengan langkah sinis pak Narto meninggalkan rumah Marjan tanpa mengucapkan salam seperti yang ia ucapkan ketika hendak masuk ke rumah Marjan tadi. Marjan gusar dengan niat jahat dan tawaran pak Narto. Betapa tidak pak Narto menawarkan pekerjaan busuk. Marjan diminta untuk menghasut pak Muslim agar ia segera menutup kedai kopinya yang menjadi pesaing pak Narto. Pak Narto merasa tersaingi dengan kemajuan usaha diraih pak Muslim.
Kembali pikiran Marjan mulai gusar. Jalan yang hendak dituju belum ketemu. Tapi cintanya yang tulus dan filosofi semut membajakan tekadnya kembali. Yakin usaha sampai. Yakin usaha sukses. Yakin ada jalan. Gumamnya dalam hati.
Seminggu kemudian pak Narto kembali datang ke rumah Marjan. Bukan untuk menawarkan pekerjaan jahat atau apapun ia datang ke rumah Marjan, tapi untuk meminta maaf dan berterima kasih.
"kau telah menyadarkan saya Marjan. Keteguhanmu pada prinsip, penghormatanmu pada orang lain membuat saya tersadar bahwa kejernihan hati dan akal adalah landasan hidup yang mesti kita pegang"lirih pak Narto
"cinta pada sesama adalah akar hidup pak"jelas Marjan
"ini ada uang tiga juta. Pakailah buat keperluanmu Marjan"
"tapi pak!"
"ini hakmu. Terimalah" pak Narto menyela kemudian pergi
"inilah buah dari ketulusan cinta kita Marnih"haru marjan sambil meneteskan air mata.
***