Mohon tunggu...
Deni Humaedi
Deni Humaedi Mohon Tunggu... -

sekarang bergiat di kelompok studi Balai Merdeka Institute yang fokus pada tema-tema filsafat politik, sosial, budaya, dan sastra. Juga bergiat di Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cincin Pernikahan

5 November 2011   03:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:02 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ia masih ingat bagaimana perjuangan suaminya untuk mendapatkan cincin pernikahan itu. Saat itu mereka memasuki tahun ke empat berpacaran. Orang tua Marnih meminta Marjan agar menikahi anak gadis mereka. Kontan, Marjan yang bekerja sebagai kurir pos tak punya modal untuk menikahi Marnih. Gajinya saja hanya cukup untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari. Tapi kalau untuk sekadar mengajak Marnih jalan-jalan, ia cukup menambah jam waktu kerja saja.

Orang tua Marnih tak memberatkan apa-apa pada Marjan. Mereka sama sekali tak menuntut banyak. Yang penting, bagi mereka adalah Marjan bisa membahagiakan Marnih. Tapi meskipun begitu, Marjan harus menyiapkan segala sesuatu untuk pernikahan.

"kami sebagai orang tua Marnih tak menuntut banyak dari kamu, Jan" begitu kata ibu Marnih

"tapi.."

"tapi apa? yang penting Marnih bahagia hidup bersama kamu"

Marjan paham apa yang disampaikan orang tua Marnih. Namun ia tahu setidaknya dalam pernikahan harus ada cincin tanda pengikat pernikahannya dengan Marnih. Maka, untuk membuktikan keseriusan cintanya pada Marnih, Marjan mulai memeras pikiran untuk mencari uang tambahan agar bisa membeli cincin pernikahan.

Semenjak itulah ia sering merenung, memikirkan bagaimana agar ia bisa membeli cincin.

"tapi berapakah harga cincin?" gumamnya dalam hati

"Pasti butuh uang banyak untuk mendapatkannya, gajiku pasti tak cukup"

Dari situ solusi bagus sudah muncul. Ia teringat temannya yang punya usaha lapak es kelapa muda. Segera wajahnya yang kuya mulai tersimpul rona cerah. Bibirnya tersenyum lebar. Kalau ada kemauan, pasti ada jalan. Ujarnya dalam hati

"Marjan, Marjan kau memang lelaki cerdik" ia mencoba memuji dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun