Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sastra: Titik Perempuan Subaltern dalam Novel "Cerita Calon Arang" Karya Pramoedya Ananta Toer

22 November 2021   08:35 Diperbarui: 22 November 2021   08:40 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tahu engkau siapa Calon Arang?" ejeknya pada bini kepala dusun itu.

Perempuan itu tak menjawab.

"Bilangkan pada orang banyak, Calon Arang yang membuat segala ini." (CCA: 24-26)

Gambaran pada kutipan di atas memperlihatkan kekejaman dan tindakan sewenang-wenang Calon Arang terhadap korbannya. Salah satu korban yang ia bunuh adalah kepala desa. 

Kepala desa merupakan simbol pemimpin yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengamankan desa dari bahaya. Namun, di hadapan Calon Arang, kepala desa itu tidak mampu menunjukkan dan memberlakukan kekuasaannya. Hal ini mengindikasikan bahwa Calon Arang telah merekonstruksi keudukan perempuan ke dalam posisi yang lebih tinggi dalam relasi sosialnya. Ia telah menempatkan dirinya lebih berkuasa dan memiliki kekuatan untuk melakukan papun yang ia inginkan.

Perempuan dalam identifikasi sosok Calon Arang bukanlah sebagai sosok yang lemah. Ia muncul sebagai sosok penguasa dengan cara yang berbeda. Teluh tidak hanya dipandang sebagai perbuatan yang merusak dan merugikan orang lain, tetapi juga sebagai alat untuk mneunjukkan eksistensi keperempuanannya. Dalam kerangka subaltern, Calon Arang sudah dapat mengatasi ketertekanannya dengan mengkonstruksi dirinya menjadi subjek yang dapat bersuara dan bertindak. Ia telah mampu mengartikulasikan suaranya dengan lantang dan tegas di hadapan kaum lkai-laki. Bahkan, Calon Arang mempertegas eksistensinya dengan memiliki beberapa pengikut setia yang selalu mendampingi dan mendukung tindak-tanduknya. pengikut setianya tidak hanya terbatas pada perempuan, tetapi laki-laki pun menjadi bagian besar dari pengikutnya.

... Di antara murid-muridnya yang terkemuka ialah Weksirsa, Mahisa Wadana, Lendesi, Larung, Buyung, dan Gandi. (CCA: 13)

"Siapa engkau, he laki-laki? Aku belum pernah bertemu."

"Hamba inilah Weksirsa, Sang Maha Pendeta. Dan yang satu ini kawan hamba si Mahisa Wadana. Kami berdua murid Calon Arang yang masyhur ke seluruh negeri itu ..." (CCA: 78)

Kepemimpinan Calon Arang di antara murid-muridnya merupakan bentuk legitimasi kekuasaannya. Walaupun legitimasi itu lahir dari suatu rasa takut, murid-murid Calon Arang telah memberikan pengakuan akan kehebatan gurunya. Melalui simbolisasi perempuan peneluh, Calon Arang mampu mencitrakan dirinya sebagai seorang pemimpin perempuan dan membiaskan dikotomi gender dalam proses penyejajaran dirinya dengan laki-laki.

Proses penyejajaran diri Calon Arang tidak berhenti hingga adanya pertarungan antara Raja Erlangga yang diwakilkan prajurit terbaiknya dengan Calon Arang. Raja merupakan simbol superioritas tertinggi suatu negara harus berhadapan dengan peneluh sebagai simbol inferioritas, bagian dari rakyat biasa. Pertarungan itu berhasil dimenangkan oleh Calon Arang karena prajurit raja tidak mampu menghadapi kekuatan teluhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun