Golongan subaltern sebagai kelas terendah dalam stratifikasi sosial telah dilemahkan oleh posisi tersebut sehingga mereka tidak bisa bergerak bebas memilih jalan kehidupannya. Subaltern sebagai kelas sosial pada masanya menjadi objek pemanfaatan indiustri penguasa untuk kepentingannya. Suara-suara subaltern tidak akan pernah hidup dan terdengar untuk mempertahankan hak-haknya. Mereka telah membisu oleh kondisi baik secara intern ataupun ekstern.
Cerita Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Toer
Cerita Calon Arang karya Parmoedya Ananta Toer merupakan cerita yang menggambarkan dikotomi manusia dalam balutan kisah hitam/putih, baik/jahat, dan memakai logika/dikotomi yang kental tanpa logika.Â
Pendikotomian tersebut oleh Pramoedya diimplementasikan ke dalam tokoh-tokoh cerita. Calon Arang sebagai tokoh utama cerita dicitrakan sebagai perempuan tua yang jahat, kejam, dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan Empu Baradah dan Raja Erlangga dicitrakan sebagai sosok pemimpin laki-laki yang berbudi pekerti, berhati mulia, dan penyayang.Â
Adanya dikotomi yang kuat dalam Cerita Calon Arang antara perempuan sebagai pembawa sifat jahat dan laki-laki sebagai pembawa sifat baik merupakan hasil dari cara penulisan dan pemikiran maskulin. Mengenai hal tersebut, Cixous mengemukakan pandangannya bahwa:
"Semua hal pemilahan dikotomis mendapatkan inspirasinya dari dikotomi pasangan laki/perempuan, di mana laki-laki diasosiasikan dengan aktif, budaya, terang, atau pada umumnya positif, sedangkan perempuan dengan asosiasi pasif, alam, gelap, rendah, atau secara umum negatif." (Gadis Arivia)
Simbolisasi perempuan jahat yang dilakonkan Calon Arang dapat dipahami sebagai pandangan yang lahir dari suatu sistem patriarki. Sistem ini menstigmatisasikan munculnya klasifikasi antara perempuan dan laki-laki. Pengklasifikasian ini akan menghasilkan suatu oposisi biner yang menempatkan perempuan pada posisi termarginalkan. Strauss menyebutnya sebagai klasifikasi biner.
Calon Arang sebagai Seorang Pendeta
Penempatan perempuan dalam posisi rendah, sedangkan laki-laki diasosiasikan dengan segala sesuatu yang lebih tinggi dapat dilihat dari status dan sifat yang melekat pada tokoh Calon Arang dan Erlangga. Calon Arang digambarkan sebagai sosok pendeta yang jahat berbanding terbalik dengan Erlangga yang digambarkan sebagai sosok seorang raja yang baik.
Calon Arang memang buruk kelakuannya. Ia senang mengaiaya sesama manusia, membunuh, merampas, dan menyakiti. Calon Arang berkuasa. Ia tukang teluh dan punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang.
Sebagai pendeta perempuan pada Candi Dewi Durga banyak sekali murid dan pengikutnya. (CCA: 11)