Bahkan, ia mendirikan tempat tinggal bagi Wedawati yang letaknya dekat kuburan ibunya. Prinsip dan keteguhan hati Wedawati akan keputusan yang telah diambilnya membawanya pada pembebasan diri dari adanya intervensi dan superioritas orang lain.Â
Pada tataran yang lebih tinggi, Wedawati tidak hanya mampu membangun dirinya sebagai individu yang otonom, tetapi ia juga mampu mempengaruhi dan membalikkan keputusan ayahnya, dari yang melarang menjadi mendukung keputusan hidupnya.
Berkaitan dengan hal di atas, Arivia mengutip pernyataan Pramoedya dengan mengungkapkan sosok perempuan kuat dan berkarakter sebagai berikut.
Manusia yang terindas tidak selalu kalah karena dalam ketertindasannya ia mampu melawan bukan melalui hukum atau keadilan masyarakat, namun lewat keyakinan dan mata hati yang dapat membebaskan diri dari ketertindasan.
Walaupun tidak berada dalam situasi tertindas, sosok perempuan kuat dan berkarakter tergambar jelas dalam diri Wedawati. Ia memperlihatkan keyakinan akan pilihannya melalui mata hatinya. Di balik kelembutan perilaku dan tutur katanya, Wedawati menyimpan keteguhan hati.
Sekarang malam telah datang. Karena Wedawati tak juga sudi pulang, terpaksa Sang Pendeta menunggui anaknya di kuburan. Ia memuja pada dewanya agar diubahnya niat anakanya itu. Tetapi pemujaannya tidak bermanfaat sama sekali. Wedawati tetap pada niatnya.
"Kalau sudah tetap niatmu, anakku," katanya perlahan, "untuk tinggal di kuburan, sebaiknya engkau tinggal di rumah yang aku suruh buat itu."
Wedawati tidak menjawab. Juga ia tak menoleh ke arah orang-orang yang sedang sibuk mendirikan rumah. (CCA: 65-66)
Untuk mengubah niat anaknya, Empu Baradah harus memohon kepada dewa. Permohonan dia pun tetap tidak terkabul. Empu Baradah akhirnya mengalah. Ia bahkan mendirikan sebuah rumah yang letaknya dekat kuburan ibunya untuk ditinggali Wedawati. Sikap mengalah Empu Baradah adalah kemenangan bagi Wedawati. Sikap tidak bergeming dari keputusannya merupakan kekuatan Wedawati untuk membebaskan dirinya dari adanya intervensi dan superioritas orang lain.
Dua tokoh perempuan dalam Cerita Calon Arang yang diwakilkan oleh Calon Arang dan Wedawati telah berhasil memberikan perlawanan terhadap pelabelan identitas sosila kaum perempuan. Sebagai seorang perempuan yang mewakili golongan subaltern, Calon Arang dan Wedawati muncul dalam pencitraan perempuan yang berbeda, bukan stereotip. Mereka berbeda karena mampu menyuarakan dan mempertahankan pilihan hidupnya. Calaon Arang menunjukkan eksistensinya melalui keahlian meneluh, sedangkan Wedawti menunjukkan eksistensinya melalui sikap dan karakter yang kuat.Â
Dengan cara yang berbeda, keduanya menunjukkan bahwa dalam lingkup patriarki, kekuasaan raja yang menekankan pada superioritas laki-laki, perempuan dapat hadir menjadi sosok yang kuat, mandiri, berani bersuara, dan bebas dari segala bentuk intervensi. Kaum perempuan tidak lagi hadir sebagai objek laki-laki, tetapi ia memposisikan diri sebagai subjek yang memberi makna pada diri dan lingkungan sosialnya.Â