Pemerintah juga bisa memanfaatkannya untuk mencegah radikalismes dan terorisme. Menggunakan model integrasi, kebijakan budaya bisa didesain untuk menumbuhkan dan memperkuat kreativitas generasi muda sehingga mereka akan memiliki modal berupa pengetahuan dan skills yang bisa akan membentuk pikiran dan batin mereka.Â
Selain siap menjadi generasi yang siap menyabut tantangan zaman dengan kreativitas, mereka juga akan terus mengembangkan kecintaan terhadap budaya lokal. Dengan demikian ketika menghadapi tawaran ide dan tindakan radikalisme, mereka sudah memiliki kekuatan kultural untuk menolaknya.
Â
RUJUKAN
Bennet, Tony. 2007. Critical Trajectories: Culture, Society, Intellectuals. Sydney: Blackwell Publishing.
Hadiz, V. R. 2013. "A New Islamic Populism and the Contradictions of Development." Journal of Contemporary Asia. Doi: 10.1080/00472336.2013.832790.
Hadiz, V. R., & Robison, R. 2012. "Political Economy and Islamic Politics: Insights from the Indonesian Case." New Political Economy, 17(2): 137-155. Doi: 10.1080/13563467.2010.540322.
Hadiz, V. R. 2008. "Towards a Sociological Understanding of Islamic Radicalism in Indonesia." Journal of Contemporary Asia, 38(4): 638-647.Â
Jazuli, A. 2016. "Strategi Pencegahan Radikalisme dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 10(2): 197-209.Â
Lim, Merlyna. 2017. "Freedom to hate: social media, algorithmic enclaves, and the rise of tribal nationalism in Indonesia." Critical Asian Studies. Doi: 10.1080/14672715.2017.1341188.
Smith, A. L. 2005. "The Politics of Negotiating the Terrorist Problem in Indonesia." Studies in Conflict & Terrorism, 28(1): 33-44.