Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunitas dan Even Seni: Ruang Kultural untuk Mencegah Radikalisme

21 Oktober 2022   11:29 Diperbarui: 4 November 2022   21:03 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Radikalisme, terorisme, dan intoleransi merupakan masalah serius yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Fakta masih ditemukannya sel-sel kelompok radikal dan teroris di beberapa daerah menjadi bukti bahwa bangsa ini tidak boleh lengah dalam menghadapi tumbuhnya radikalisme di di tengah-tengah masyarakat dan juga di tengah-tengah aparat pemerintah. 

Tidak mengherankan kalau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diberikan wewenang penuh untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulan terhadap radikalisme dan terorisme. Sebagai institusi negara, BNPT melakukan dua pendekatan, yakni hard power dan soft power (BNPT, 2019). 

Pendekatan hard power melibatkan operasi bersenjata untuk menangangi ancaman kelompok-kelompok teroris. Sementara, soft power dilakukan dengan cara menyiapkan kajian tentang akar radikalisme dan terorisme serta menciptakan perangkat perundang-undangan serta kebijakan yang bisa menyentuh akar permasalahan. Pendekatan tersebut tepat karena radikalisme dan terorisme bukanlah persoalan jangka pendek, tetapi jangka panjang yang tidak bisa selesai hanya dengan penggunaan senjata.

Dalam ranah akademis beberapa literatur juga menegaskan pentingnya tindakan pencegahan dan penanggulangan dalam menangani  radikalisme dan terorisme. Jazuli (2016) menjelaskan hard approach sebagai penindakan dan penegakan hukum terhadap pelaku teroris sehingga dapat dijatuhi hukum sesuai per aturan perundang-undangan yang berlaku. 

Sementara, soft approach berupa pembinaan terhadap masyarakat (untuk mengantisipasi potensi radikalisme) dan penggalangan terhadap napi teroris dan mantan napi teroris denganmelakukan upaya deradikalisasi baik secara sosial maupun individual serta mengawasi dan mengejar aliran dana (follow the money) teroris. 

Pendekatan inilah yang sejalan dengan strategi penegakan hukum proaktif sehingga kemungkinan untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) dapat diupayakan lebih dini. Terkait dengan soft power/approach dalam penanganan terorisme dan radikalisme, BNPT juga telah melakukan program-program kreatif di berbagai ranah. 

Kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya ditingkatkan untuk memberikan wacana dan pengetahuan kepada para mahasiswa dan siswa. BNPT juga bekerjasama dengan para youtuber untuk membuat konten-konten yang kreatif dan cerdas sebagai upaya mencegah tumbuhnya radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme. 

Yang tidak kalah menariknya, BNPT juga melakukan kajian tentang kontribusi penting kerarifan lokal, termasuk ekspresi kesenian dan budaya, untuk tindakan pencegahan. Kontribusi kearifan lokal menempati urutan pertama, baru kemudian disusul tingkat kesejahteraan, kebebasan, kepercayaan publik, keadilan, pertahanan, dan keamanan (Bisnis.com, 2019).

Selama dua tahun penelitian di Banyuwangi dan Ponorogo (2018-2019) terkait kebijakan budaya saya dan tim menemukan indikasi bahwa budaya lokal bisa memainkan peran penting dalam mencegah berkembangnya radikalisme dan terorisme karena keragaman dan keindahan budaya bisa membentengi kaum muda dari tumbuhnya radikalisme. 

Terkait upaya pencegahan radikalisme, saya berasumsi bahwa komunitas seni berbasis etnisitas di sebuah wilayah bisa berkontribusi secara signifikan dalam usaha pencegahan radikalisme dan terorisme. 

Untuk mendikusikan asumsi konseptual tersebut, tulisan ini akan mendeskripsikan: (1) kontribusi komunitas seni terhadap pemunculan kesadaran generasi penerus bangsa akan bahaya radikalisme, pikiran dan tindakan intoleran, dan terorisme; (2) aktivitas komunitas untuk menyukseskan tujuan tersebut; dan, (3) bagaimana seharusnya pemerintah memposisikan kontribusi komunitas seni tersebut dalam desain kebijakan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun