Selain itu, generasi muda yang terlibat dalam Festival Gandrung Sewu mendapatkan pengalaman berharga, sejak proses latihan hingga pertunjukan. Meskipun tidak sampai setahun untuk persiapan, para penari remaja akan pelajaran tentang kedisiplinan dan pengetahuan tentang tari gandrung.Â
Ikatan kebersamaan dalam proses latihan hingga pertunjukan akan menjadi nilai yang terus diingat sebagai kebaikan dalam menjalani proses budaya. Selain itu, mereka akan menjaga kecintaan dan solidaritas itu sebagai modal kultural dalam menjalani kehidupan sehingga tidak akan mudah dipengaruhi oleh wacana dan ideologi radikal.Â
Proses demikian menegaskan bahwa pencegahan radikalisme tidak harus melalui kampanye dan seminar, tetapi proses kebudayaan yang bisa memperkuat perspektif generasi muda tentang kreativitas dan kekayaan budaya lokal.
MENYIAPKAN KEBIJAKAN BUDAYAÂ
Pemerintah sudah seharusnya memikirkan mekanisme untuk mengelola kontribusi penting sanggar dalam mencegah radikalisme. Seminar dan kampanye memang penting, tetapi mengabaikan kontribusi sanggar akan menimbulkan kerugian. Mengapa? Sanggar seni selama ini menjadi tempat untuk mengembangkan kreativitas seni dan kultural.Â
Anak-anak, remaja, dan kaum muda mendapatkan pelatihan seni dan merasakan indahnya proses kreatif. Itu semua yang akan mengisi pikiran dan batin mereka dengan kecintaan terhadap karya estetik, bukan kecintaan terhadap tindakan radikal. Dengan demikian pencegahan radikalisme bisa dilakukan dengan cara-cara gembira.Â
Sudah semestinya pemerintah pusat dan darah membuat kebijakan budaya yang  tidak hanya berdimensi pengembangan dan pemberdayaan budaya, tetapi juga bisa mencegah berkembangnya pikiran dan tindakan radikal.
Banyak ahli memperingatkan bahwa pemerintah harus membuat kajian serius sebelum membuat kebijakan budaya. Bennet (2007) berpendapat bahwa tata kelola pemerintah berkontribusi terhadap keberhasilan kebijakan karena dapat membuat program yang disesuaikan dengan kebutuhan publik.Â
Pemerintahan yang baik akan menghasilkan kebijakan yang dapat mendorong terbentuknya subyek masyarakat yang terkena dampak. McGuigan (1996, 2003, 2004) menekankan bahwa kebijakan budaya memang memunculkan konsep regulasi dan kontrol, tetapi maknanya tidak harus terbatas pada tindakan operasional dan administratif oleh pejabat pemerintah.Â
Kebijakan budaya yang baik adalah kebijakan yang mampu memadukan berbagai aspek, seperti pertumbuhan teknologi, kemampuan manajerial pemerintah, dan bagaimana kekuatan kebijakan menyebar secara diskursif, bukan paksaan, kepada para pelaku budaya dan masyarakat luas di tengah-tengah situasi sosial, ekonomi, dan sosial. perubahan politik.
Dengan pemahaman tersebut bisa dikatakan bahwa kebijakan budaya bisa digunakan secara efektif untuk pengembangan budaya asalkan pemerintah juga memiliki konsep-konsep yang jelas dan bisa berdampak secara luas. Tentu saja, kebijakan budaya ini tidak hanya berkaitan dengan pelestarian dan pengembangan budaya.Â